Penulis: Maria Giashinta Morestika Angung
Ruteng, GardaNTT.id– Kerja Sama DPR RI dan Unika St. Paulus Ruteng Gelar FGD Membangun Pariwisata Berprespektif Kebudayaan, Jumat (12/01/2023) pagi di Aula GUT Lantai 5.
Kegiatan yang membahas MEMBANGUN PARAWISATA BERPRESPEKTIF KEBUDAYAAN DALAM RANGKA PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARAWISATAAN itu diresmikan oleh Wakil Rektor Marsel Payong mewakili Romo Rektor Unika Santu Paulus Ruteng, Dr. Maksimus Regus, S.Fil, M.SI.
Saat peresmian Kegiatan tersebut, Marsel merasa bangga karena Unika Santu Paulus Ruteng di beri kepercayaan untuk bergabung membahas tentang membangun pariwisata berperspektif kebudayaan dalam rangka perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan bersama badan ahli Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Narasumber 1 Kuntari, S.H.,M.H menjelaskan Pokok-pokok pengaturan RUU tentang Keparawisatawan dan Sinergisme dengan Kebudayaan.
“Kepariwisataan diatur dan dilindungi dengan Undang-Undang, dimana Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Kepariwisataan dalam UU 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah,” Jelas Kuntari.
Prof. Dr. Yohanes Servatius Lon, LIC.,MA. Selaku narasumber kedua menjelaskan tentang pengelolaan parawisata di daerah dalam upaya pemajuan kebudayaan dan melalui perlindungan nilai adat dan aspek budaya setempat.
“Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya,” jelas mantan rektor Unika St. Paulus Ruteng Periode 2019/2023 itu.
Sementara, narasumber ketiga Romo Dr. Inosensius Sutam menjelaskan pokok bahasan Membangun Parawisata dengan perspektif kebudayaan manajemen pembangunan dan pengembangan wisata budaya di daerah penyangga destinasi parawisata prioritas.
“Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan yang tidak ternilai harganya. Kekayaan berupa letak geografis yang strategis, keanekaragaman bahasa dan suku bangsa, keadaan alam, flora, dan fauna, peninggalan purbakala, serta peninggalan sejarah, seni, dan budaya,” jelas Romo Ino.
Narasumber keempat Dr. Maksimus Regus, S.FIL.,M.SI (Rektor Unika St. Paulus Ruteng) menjelaskan Kecenderungan perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang sangat pesat.
“Hal itu disebabkan, oleh perubahan struktur sosial ekonomi negara di dunia dan semakin banyak orang yang memiliki pendapatan lebih yang semakin tinggi. Selain itu, kepariwisataan telah berkembang menjadi suatu fenomena global, menjadi kebutuhan dasar, serta menjadi bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dunia usaha pariwisata, dan masyarakat berkewajiban untuk dapat menjamin agar berwisata sebagai hak setiap orang dapat ditegakkan sehingga mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan antarbangsa dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia,” Jelas Romo Maks.
Selanjutnya, narasumber kelima Dr. Frans Teguh, MA. staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi, Kementrian Parawisata dan Ekonomi Kreatif. Membahas pembangunan kepariwisataan dalam pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan masih menitikberatkan pada usaha pariwisata. Oleh karena itu, sebagai salah satu syarat untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pembangunan kepariwisataan yang bersifat menyeluruh dalam rangka menjawab tuntutan zaman akibat perubahan lingkungan strategis, baik eksternal maupun internal, perlu mengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 dengan undang- undang yang baru.
‘’Kelembagaan parawisata berspektif kebudayaan. Dalam proses kelembagaan parawisata berspektif kebudayaan ini Materi yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi, hak dan kewajiban masyarakat, wisatawan, pelaku usaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan kepariwisataan yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi lintas sektor, pengaturan kawasan strategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata, badan promosi pariwisata, asosiasi kepariwisataan, standardisasi usaha, dan kompetensi pekerja pariwisata, serta pemberdayaan pekerja pariwisata melalui pelatihan sumber daya manusia,” kelas Frans.