Oleh: Mgr. Siprianus Hormat
(Uskup Keuskupan Ruteng-Flores)
Kita telah dan tengah memasuki Pekan Suci. Liturgi Gereja mengajak kita secara khusus untuk merefleksikan keagungan Misteri Paskah Tuhan kita Yesus Kristus, yakni kisah penderitaan, kematiaan dan kebangkitan-Nya. Inilah misteri mulia yang oleh Gereja, diimani sebagai momentum ‘Jalan Keselamatan’ bagi kita semua dan bahkan bagi semesta.
Namun, apakah sesungguhnya saat-saat khusus Pekan Suci yang mesti kita renungkan? Saya ingin ingatkan kita sekalian, sedari awal, akan apa yang saya istilahkan saja dengan “jebakan fragmen Pekan Suci”. Artinya, kita lagi merasa berada di sebuah gedung pertunjukan untuk menyaksikan: fragmen Yesus memasuki kota Yerusalem, Perjamuan Akhir Yesus bersama para muridNya, kisah derita dan kematian-Nya di Golgota, dan akhirnya peristiwa kebangkitan-Nya. Tidak! Saya ulangi sekali lagi “sama sekali tidak!”. Kita tidak sedang menonton fragmen demi fragmen itu ibarat menonton film-film Bolywood India atau drama-drama Korea kesukaan kita.
Selama Pekan Suci, kita sesungguhnya tengah dipanggil untuk masuk bersama Yesus dalam setiap tapak misteri Paska yang dijalani-Nya. Tahap demi tahap. Dari Kisah keramaian lambaian Palma hingga kematian sunyi sepi di kayu salib, dan lalu berakhir pada kemenangan jaya di hari Paska. Kita ingin mengalami Kisah Pekan Suci itu sebagai satu suasana dan area yang sakral, yang bermakna spiritual. Saya sendiri sadar, bahwa bagi kita semua tidak mudah untuk masuk lebih dalam dan jauh di dalam peristiwa demi peristiwa Yesus yang kita sendiri telah tahu: berawalnya dari mana, dan akan berakhir seperti apa? Injil-Injil telah mengisahkannya kepada kita.
Mari kita berjalan bersama para murid perdana, bersama sahabat-sahabat Yesus di zaman-Nya, yang sama sama sekali tidak pernah paham: Siapakah Orang itu sesungguhnya? Kita ingat saat Yesus tenangkan air gelombang danau yang mengamuk, para murid berkata, “Siapakah gerangan orang ini sehingga angin dan danau pun taat kepadaNya?” (Mrk 4:41). Ingatalah pula sekian banyak murid-Nya mengundurkan diri ketika tidak sanggup menerima perkataan-Nya seperti yang dikisahkan dalam Injil Yohanes 6:60-66 dengan judul: Murid-Murid yang mengundurkan diri di Galilea. Bahkan Rasul Petrus (Paus pertama) dihardik sebagai batu sandungan oleh Yesus karena tidak paham jalan derita yang harus Yesus lewati, “Enyalah iblis! Engkau suatu batu sandungan bagiKu, sebab engkau memilikirkan bukan yang dipikirkan Allah, melainkan yang dipikirkan manusia” (Mat 16:23).
Kita memasuki Pekan Suci bagaikan murid-murid perdana yang tidak pernah paham seperti apa kisah-kisah keseharian mereka akan berakhir. Mereka terlarut dalam keramaian penduduk Yerusalem saat Yesus memasuki kota Yerusalem; mereka bersatu dalam Perjamuan akhir sambil tidak paham apa yang dikatakanNya; mereka lalu terpencar saat Yesus ditangkap dan diadili, Yudas iskariot telah berkhianat dan bahkan Petrus pun sampai menyangkal. Murid-murid meluputkan diri ketika Yesus wafat di salib. Dia cuma ditemani Maria, sang Ibu dan beberapa perempuan serta murid yang dikasihi (tanpa nama), dan hanya ada dua penyamun yang setia mendampingi-Nya di salib (ingat bukan orang saleh, tetapi penyamun!!)
Maka, menjadi yakinlah kita bahwa Gereja, atau kekristenan tidak pernah menawarkan peta jalan yang pasti! Kita semua yang disebut komunitas beriman atau Gereja, terbangun dan dikuatkan oleh cerita-cerita, serta kisah-kisah tentang Yesus yang selalu diulang! Bila kita ingat sejarah Gereja, seperti yang kita renung dari Kisah Para Rasul, misalnya, turunnya Roh Kudus adalah harapan baru bagi para murid setelah kematian Yesus di tiang salib. Akan tetapi, kisah-kisah derita penuh penganiayaan oleh para penguasa Romawi selanjutnya membuat ciut nyali para murid. Memang ada banyak yang menjadi martir seperti Rasul Petrus dan Paulus, namun sekian banyak pula yang meninggalkan iman akan Yesus.
Namun, Gereja tetap saja bertahan, hidup dan bertumbuh dalam situasi amat berat, sulit dan sungguh tak menguntungkan! Dan ternyata, adalah kerinduan murid-murid, orang-orang Kristen untuk berkumpul itulah yang menjadi kesempatan mulia dan sakral untuk mengulangi dan terus mengulangi kisah-kisah tentang Yesus! Dari berkumpul bersama dan mendengar Kisah-kisah Yesus itu terucap atau terungkaplah makna mendasar dari iman kristiani itu. Maka, saya yakin kita semakin paham, mengapa dalam misa-ekaristi, ketika diserukan: Agunglah Misteri Iman Kita, dan kita menjawab: Tuhan, engkau telah wafat; Tuhan sekarang Kau hidup; Engkau Sang Juruselamat, datanglah ya Yesus, Tuhan. Itulah makna paskah yang kita renungkan selama Pekan Suci ini.