Membangun Gerakkan Bersama-
Apresiasi Pencatatan Hak Kekayaan Intelektual Motif Songke Cibal

Kanisius Teobaldus Deki
Dosen STIE Karya, Peneliti Lembaga Nusa Bunga Mandiri

Masih segar dalam ingatan kita tentang pencontekkan motif kain Sumba oleh desainer Jepara. Peristiwa itu memicu aksi protes dan kemarahan di NTT. Protes dilandasi oleh sebuah sikap moral bahwa motif kain Sumba bukanlah gambar tanpa arti. Motif kain melambangkan filosofi kehidupan masyarakat yang sakral, penuh makna dan bernilai ekonomis. Kala itu, saya menulis sebuah artikel dengan judul: Motif Tenunan Filofosi Kehidupan dan Nilai Budaya (bias dibaca di: https://kanisiusdeki.com/motif-tenunan-filosofi-kehidupan-dan-nilai-budaya/).

Dalam artikel itu saya menandaskan bahwa motif tenunan bukan saja sebuah karya seni. Melampui itu, motif tenunan adalah filosofi kehidupan. Motif tenunan, termasuk pada masyarakat Sumba, adalah eksplisitasi dari filosofi kehidupan. Ia bukanlah sekadar sebuah ornament tanpa makna. Motif tenunan menggambarkan simbol-simbol kehidupan dan tatanan nilai. Ia merupakan narasi tentang masa lalu, masa kini dan harapan, visi di masa yang akan datang. Bagaimana konsep kehidupan pada masyarakat tertentu dapat terbaca melalui simbol-simbol yang ada dalam karya seni itu.

Jika alur pemikiran ini menjadi arus utama (mainstream) dalam konsep berpikir kita, maka jelas bahwa motif kain tenunan daerah secara gamblang membahasakan prinsip-prinsip kehidupan yang mereka miliki. Motif-motif itu dengan latar kelahirannya (sitz im leben) memiliki ciri yang khas dengan orientasi yang khusus pula bagi masyarakat pemiliknya. Oleh karena itu, klaim kepemilikan artefak atau produk budaya orang lain sebagai milik sendiri bukan saja masalah hukum melainkan masalah budaya.

Di tengah kencangnya arus pasar global, kita tak bisa lagi berlindung pada permintaan pasar (market demand) untuk membenarkan tindakkan mencuri hasil karya seni budaya orang lain demi keuntungan finansial. Argumentasi pembenaran itu justru melambangkan betapa rapuhnya nilai-nilai yang kita miliki sebagai sebuah bangsa.

Bangsa kita sedang gencar-gencarnya memosisikan diri sebagai sebuah nation yang berbenah dalam banyak aspek kehidupan. Selain pembangunan fisik yang kini menjadi jargon kekuatan baru melalui lokomotifnya presiden Jokowi, pembangunan sumber daya manusia juga menjadi pusat perhatian. Bersamaan dengan itu, pendidikan mengarahkan segenap daya upaya untuk penciptaan manusia-manusia Indonesia yang berkarakter.

Salah satu point penting pada pembangunan karakter (character building of nation) ini adalah kejujuran. Betapa mahal Negara ini membiayai apparatus dan masyarakatnya demi membebaskan mereka dari ketidakjujuran dalam aneka wajah: penipuan, pemanipulasian, penyimpangan. Di mana-mana muncul unit, badan ataupun lembaga setingkat kementerian untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kehidupan bernegara. Hanya untuk, sekali lagi, membebaskan warga pun instansi dari ketidakjujuran!