Hujan sore kemarin,
Membawa serta sejuk yang menguak gersangnya tanah kemarau
Di pinggir jalan mawar tanpa tuan itu tergeletak
Gemulai dengan pesona menawan yang menggoda
Mengintip dari balik helai daunnya yang tergerai di tanah
Ego pelangi selepas hujan enggan menyapa
Hawa dingin juga gerimis sisa hujan
Meludah dan meringkusnya dalam kesepian
Tak ada yang memayunginya
Alang-alang serta tanah lembab menjadi ranjang berduri
Di setiap tetes air dari balik atap rumput
Bibir kakunya bergumam, mengeja setiap kata yang terlontar
Bercerita tentang hutan rimba yang menidurinya paksa
Juga kisah semak belukar yang menjajah kebebasan dan hormatnya
Ia terjepit dalam suasana gaduh yang menelanjangi rapuhnya raga
Tersisa helai daun juga bunga selimut dekil penghangat tubuhnya
Ia bunga suci yang ternoda
Bait tempat kodratnya bersemayam telah runtuh oleh nafsu si penjilat
Kertas putih hidupnya dihujani tinta hitam bertubi-tubi
Hingga secuil pun tak tersisa lagi
Bui dunia telah menghukumnya
Ia terpojok dari bahaginya
Bahkan tanah tempat ia menginjakan kaki
Tak sudi menahan rebahan tubuhnya
Yang berlumurkan lumatan lidah sang belukar kejam
Karya: Ririn Malany
Pegiat di kelompok Lensa Literasi Sanclaw A-13