Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Arloji Tersesat dalam Waktu

Karya : Dodiardus Erong

Di lorong sunyi waktu beradu, terdengar suara tangisan seorang ibu yang sedang meminta ampun kepada majikannya. Majikan yang hatinya sudah tersesat terhadap pembantu itu, karena dia merasa sangat kecewa, sedih, sampai tak ada satu pun kata yang bisa terucapkan dikala itu. Bahkan suaminya pun merasa bahwa hidup ini tak lagi bermakna, karena tidak ada lagi yang meneruskan garis kehidupan mereka.

Beberapa tahun sebelum kejadian itu. Arloji, demikian nama anak kecil itu, ayah dan ibunya yang super sibuk mengurus pekerjaan kantor, sementara Arloji yang sejak kecil hanya ditemani oleh seorang pembantu. Suami istri terkadang melaksanakan tugas di luar kota, mereka tak pernah memikirkan diri seorang anak, tapi mereka hanya memikirkan harta kekayaan. Sang pembantu berpikir bahwa mereka sudah tersesat dalam rentang yang berkelana, karena dalam pikiran mereka hanya harta, sementara anak ditelantarkan dalam Genggamannya.

Menyusuri detik yang tak bertepi, Arloji pun semakin mengerti, mulutnya sudah mulai menemukan kata ibu, tapi kata ayah tak terucap dalam setiap waktu yang diajarkan kan seorang pembantu. Ibu, ucapan Arloji untuk pembantu yang menjaganya. Mencari arti dalam gemuruh yang melaju, pembantu itu tak bisa selamanya ada untuk anak itu, dia berpikir bahwa dia hanya pembantu bukan pembangun yang menghidupkan makna sesungguhnya dalam diri Arloji. Pernah, Pembantu itu meminta kepada majikannya, supaya waktu yang terus melaju tak terbatas akan diberikan sedikit untuk Arloji, supaya dia tahu, bahwa ayah dan ibunya sedikit ada bukan selalu, kendati demikian, majikannya bersih keras kepada pembantu, supaya tidak mengatakan seperti itu, karena suatu saat Arloji juga akan membutuhkan harta, bukan hanya kasih sayang selalu bersama.

Jarum berputar, tak henti merayap, tahun pun berlalu, Arloji pun beradu dengan yang ia panggil Ibu, yaitu pembantu yang menjaganya, “Ibu, dapat uang dari mana? Setiap hari istimewa!” Ucap Arloji. Sementara pembantu hanya menatap dan tersenyum lalu berkata, “Ayah dan ibumu, mereka yang memberi saya uang “. Arloji merasa heran, karena dia belum pernah mendengar ucapan dari ayah dan ibunya, bahkan dekapan hangat pun dia belum pernah rasakan semenjak ia mulai mengerti. “apakah mereka pernah memelukku, ibu? “ Arloji kembali bertanya.

“Ia.. Sewaktu kamu masih bayi, kamu selalu didekap dan disayang” jawab pembantu itu.

Pembantu itu tidak menyatakan yang sebenarnya, karena ia tidak mau Arloji merasa beban ketika ia berkata jujur, meskipun ia masih kecil, tetapi ia punya perasaan terhadap makna setiap kata yang bisa menyakiti hatinya. Arloji tidur dengan pembantu itu semenjak masih bayi, sementara ayah dan ibunya menghindar, karena akan terganggu jika di pagi yang buta mereka berangkat kerja dan Arloji menangis untuk menyusui dirinya. Terganggu jika susu asli itu diberikan kepada Arloji, dengan demikian, waktu bayi Arloji hanya diberikan susu kaleng.

Seperti kisah yang tak pernah terhenti berdendang, Malam dan siang berganti dalam pelukan angkasa, Namun arloji tetap terjebak dalam kehampaan, karena semakin waktu berjalan ia pun semakin dewasa dan mengerti, tetapi makna kasih sayang dari kehidupan yang menghidupkan dia belum di temukan. Arloji sudah tahu, bahwa Ibu yang ada di sampingnya selama ini hanya pembantu, tetapi ia ingin mencari makna kasih sayang dari orang tua yang membuatnya ada di dunia.

Arloji terkapar oleh kehampaan. Matahari terbenam, bintang-bintang pun menyapa, Namun arloji tetap terjerat dalam tawanan waktu. Cari jalan pulang, seru sang fajar, Namun jalannya pun terasa semakin terbelit. Melihat Arloji yang semakin hari semakin sedih, akhirnya pembantu itu mendorong Arloji, supaya mendekap ayah dan ibunya, “Arloji yang pintar, cobalah bangun jam lima pagi, dan tidurlah jam dua belas malam, karena di waktu seperti itu kamu sendiri yang akan membujuk makna dari ayah dan ibumu “ ujar pembantu itu. Pembantu menyuruh Arloji bangun dan tidur dalam waktu itu, karena ayah dan ibunya berangkat kerja jam lima pagi dan pulang kerja jam 12 Malam.

“Ah.. Baik ibu, saya baru mengerti maksud ibu, malam ini saya pasti tunggu mereka “ ujarnya dengan Semangat. “Tapi, untuk malam ini kamu harus tidur di kamar mereka, supaya kalau mereka datang, kamu akan langsung di peluk dan di sayang “ ujar pembantu itu. Setelah mereka berdua makan Malam, Arloji pun mulai masuk ke kamar ibu dan ayahnya. Dikamar itu ia berharap akan ada makna kasih sayang yang sesungguhnya, dengan hati yang senang dan bersemangat, dia akan tidur Di tengah kedua orang tersayang. Tepatnya jam dua belas malam, Arloji mendengar suara mobil di depan teras rumahnya, dan ia hendak berpura – pura tidur.

“Adu… Capek ayah,” ucap sang Ibu yang baru pulang kerja, sembari membuka pintu.

“Siapa yang tidur di kamar ini!! Arloji?. Keluar! Jangan tidur di sini! Bikin mengganggu saja, kamu harus tidur dengan pembantu! Cepat! Ayah dan ibu sangat capek, anak kurang ajar. Siapa yang menyuruh kau tidur di sini?” Sang ibu menganga dengan mukanya yang seram.

Ayah menarik Arloji dari tempat tidur dan hendak menyeretnya keluar, “dasar anak kurang ajar, orang tua pulang kerja dia malah menyusahkan,” ucap ayahnya.

Arloji langsung syok dan menangis tanpa mengeluarkan suara. Mendengar suara yang kasar, pembantu pun langsung masuk ke ruangan keluarga dan hendak memeluk Arloji.

“Arloji, bisakah kau temukan rumahmu?” suara hati kecil Arloji, sembari mendekap di tubuh pembantu itu, air mata kesedihan mewakili kegelisahan yang mendalam bagi Arloji. Apa yang dia harapkan menjadi pupus di telan oleh ego kedua orang tuanya. Tak satu kata pun yang menjadi kasih sayang untuknya dari seorang ayah dan ibu, hanya tusukan yang di dapat dan hampa pun menjadi makna kasih sayang hilang dalam dirinya. Dia pun mendorong pembantu itu dan hendak berlari keluar rumah.

“Arloji..! Kamu mau ke mana?” teriak pembantu itu sambil mengikuti anak itu. Di tengah gelapnya malam, pembantu itu tidak menemukan jejak Arloji, teriakan di tengah malam membuat warga sekitar terbangun dan bertanya apa yang sedang di cari, “Tolong pak!! Apakah kalian mendengar jejak kaki di sekitar ini? “ ujarnya dengan wajah yang panik. “Ah.. Bagaimana kami mendengarnya, kami semua sudah nyenyak tidur, tapi teriakan ibu yang membuat kami terbangun. Ibu, siapa yang hilang? “salah seorang tetangga bertanya. “anak dari majikanku, dia lari dari rumah, tapi tadi arahnya kesini!! “ ujar pembantu itu.

Dari hilir di wilayah itu pembantu dan beberapa warga mencari Arloji di tengah malam, tapi tak kunjung ketemu, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dan akan melanjutkan pencarian kalau matahari hari terbit. Dengan tangisan yang sedih pembantu itu pulang ke Rumah. Di Rumah yang mewah itu, ia menemukan kebencian terhadap majikannya. Dia masuk dan teriak, “Dasar kaya raya tapi tak beradap! Bangsat! Tidak punya kasih sayang!”

Majikannya yang mendengar ucapan itu langsung terbangun dari tidur dan hendak keluar dari kamar, “Hei.. Dasar pembantu! Kau tidak puas dengan gaji yang kami kasih?, kenapa kau teriak?, atau kau sudah gila? “ ujar sang istri dengan suara yang lantang.

“Saya tidak butuh uang kalian, tapi saya butuh kasih sayang kalian terhadap Arloji!” ujar pembantu itu.

“Itu urusan kami. Kau hanya menjaganya, jadi tidak usah sok baik dengannya’ jawab majikannya. “Tapi ia kabur dari rumah dan belum kembali.“
Sontak semuanya terdiam, Sang suami langsung keluar dari kamarnya dan bertanya’ “Arloji ke mana? Kenapa dia kabur? “ ujar pria itu dengan wajah yang mulai panik.

“Bodoh sekali! Tidak usah panik, intinya bukan harta yang kabur, tapi Arloji! “ balas pembantu itu. Majikannya langsung keluar rumah dan hendak mencari Arloji di tengah malam. Mereka bertiga dengan wajah yang panik mencari jejak Arloji yang kabur entah di mana. Matahari pun terbit Arloji pun tak kunjung ketemu. Warga desa di pagi itu bahkan polisi mencari Arloji. Dari timur sampai ke barat, dari selatan sampai ke utara mereka tak hentinya mencari. Satu hari penuh tidak ada satu pun yang menemukan Arloji.

Ketika pembantu dan majikannya sedang terdiam diri di dalam rumah yang mewah, hanya air mata yang jatuh dan berharap ada berita bahwa Arloji akan kembali. Tiba – tiba Handphone berdering, lalu suaminya langsung angkat, Halo pak, ini dari kepolisian, anak bapak atas nama Arloji sudah ditemukan dengan keadaan tak bernyawa, ia meninggal karena gantung diri” Ujar polisi lewat telfon. Dengar ucapan itu, Istrinya langsung pingsan, sementara teriakan hadir sebagai rasa sedih, kecewa di dalam Rumah mewah itu.

Antara detik yang terlewat, di antara lupa yang terlupakan, setelah kejadian itu pembantu merasa kecewa, ia juga merasa bersalah, “Seandainya saya tidak menyuruh Arloji, untuk tidur dikamar orang tuanya waktu itu, mungkin tidak akan terjadi seperti ini” ucapnya dalam hati. Ia pun menangis dan mendekati majikannya. Suara tangisan itu menyampaikan minta maaf, karena ia merasa bersalah. Majikan yang hatinya sudah tersesat tak ada lagi garis keturunan dalam keluarganya. Arloji, anak tunggal sudah terjebak dalam waktu yang terbatas.
Mungkin di ujung waktu, jawaban menanti untuk ditemukan.