Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Perubahan Nama Kecamatan di Matim Dinilai Khianati Sejarah

Manggarai Timur, GardaNTT.id – Forum Masyarakat Peduli (FMP) Manggarai Timur pada Selasa (21/12/2021), mendatangi kantor DPRD Manggarai Timur (Matim) untuk menyampaikan penolakan terhadap perubahan nama atas 2 kecamatan di Manggarai Timur.

Perubahan nama 2 kecamatan tersebut diinisiasi oleh Pemda Matim dan telah dituangkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2021 dan Perda Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan nama Kecamatan Poco Ranaka menjadi Lamba Leda Selatan dan Poco Ranaka Timur menjadi Lamba Leda Timur.

Desa Haju

Petrus Katas, selaku koordinator forum tersebut menilai, inisiasi perubahan dua nama kecamatan itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap sejarah.

“Mengatasnamakan sejarah untuk mengubah nama kecamatan itu merupakan bentuk penghianatan terhadap sejarah. Kemudian, atas jasa itulah Bupati Matim, Andreas Agas didaulat menjadi putra sulung Kedaluan Lamba Leda,” ungkap Petrus.

Ia juga menyebut, inisiasi tersebut, sarat nuansa politis dan kerdil substansi.

“Substansi dari perubahan nama kecamatan belum diketahui. Kalau betul-betul karena kesamaan garis sejarah, kenapa baru dicetuskan tahun 2021 ini. Rupanya, lebih pada kepentingan politik menyatukan Poco Ranaka menjadi Lamba Leda Raya,” jelasnya.

Baginya, perubahan nama kecamatan itu telah mencederai keutuhan suku Riwu yang sudah ada sekian lama.

“Itu makanya kami datang ke DPRD Matim. Kami minta produk Perda yang sudah dibuat dibatalkan demi keutuhan tatanan budaya suku Riwu dari sisi historis. Bupati Andreas Agas telah menciderai sejarah sekaligus kegagalan sejarah yang sengaja dibuat,” ujarnya.

Selain itu, Petrus mengatakan, dampak dari perubahan dua nama kecamatan itu berpengaruh juga pada perubahan data kependudukan.

“Dengan diubahnya nama kecamatan, secara otomatis diubah juga semua administrasi kependudukan seperti Kartu Keluarga, KTP, dan Akta Kelahiran. Hingga kini sebagian masyarakat belum ubah data kependudukan. Janji Pemda mengubah data kependudukan tersebut belum terealisasi. Masyarakat jadi korban,” ungkapnya.

Dikatakan Petrus, dana fantastis yang digelontorkan untuk pembuatan perubahan nama kedua kecamatan itu belum diketahui oleh masyarakat karena terkesan tertutup.

“Saya yakin ada dana alokasi untuk kepentingan perubahan nama kecamatan itu besar, tetapi masyarakat belum tahu pagu anggaranya karena tidak pernah dipublikasikan.” ungkpanya.

Menurut Petrus, dana tersebut diperuntukan untuk biaya operasional saat Disdukcapil lakukan pendataan di setiap desa-desa di dua kecamatan.

Mirisnya, kata Petrus, ada desa yang dilakukan pendataan, namun hasilnya sangat buruk khususnya perekaman KTP.

Penulis: Irend SaatEditor: Olizh Jagom