Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Terkait Polemik Status Tanah Ulayat Suku Ndoko di Matim, Ini Kata Pengamat Hukum

Foto: Edi Danggur, SH, Pengamat Hukum asal Kab.Manggarai yang berdomisili di Jakarta

Manggarai Timur, GardaNTT.id – Pengamat Hukum, Edi Danggur, turut berkomentar terkait polemik status kepemilikan tanah seluas 6 hektar milik masyarakat persekutuan adat suku Ndoko di Kecamatan Elar, yang diduga di klaim oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Propinsi NTT.

Edi Danggur mengatakan, ketidakjelasan status kepemilikan tanah tersebut justru bersumber dari masyarakat suku Ndoko sendiri. Menurutnya, penting untuk diketahui soal siapa tua adat yang sesungguhnya bagi mereka.

“Harus jelas siapa tetua adat yang sesungguhnya. Apakah tua adat saat penyerahan tanah tersebut benar punya legal standing atau tidak,” katanya.

Pengamat Hukum asal Manggarai yang berdomisili di Jakarta tersebut juga menanggapi soal permintaan masyarakat agar dilakukan penyelesaian secara langsung di lokasi sengketa.

Kata dia, hal itu bukanlah hal substantif yang perlu menjadi perhatian dalam proses penyelesaian masalah itu. Baginya, kantor DPRD Matim juga bisa menjadi tempat penyelesaian yang tepat, sebab lembaga tersebut representasi rakyat.

“Soal tempat musyawarah, kenapa harus di lokasi. Kantor DPRD juga bagus, sangat representatif. Lokasi musyawarah itu tidak substansial, yang substansial itu, yakinkan bahwa tanah itu belum diserahkan, atau kalaupun sudah diserahkan, yakinkan Pemda bahwa orang yang menyerahkan tanah itu tidak punya legal standing sebagai tua adat,” jelasnya.

Ia menyarankan, perlu dilakukan pengecekan terkait apakah tanah tersebut sudah didaftarkan sebagai aset Pemda Matim atau tidak. Jika sudah terdaftar, maka masyarakat sebaiknya melakukan gugatan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

“Perlu dicek juga apakah tanah itu sudah didaftar sebagai aset pemda matim atau tidak. Jika sudah terdaftar maka masyarakat sebaiknya yang gugat Pemda,” imbuhnya.

Sebagaimana diberitakan media ini sebelumnya, masyarakat adat suku Ndoko di Kelurahan Tiwu Kondo, Kecamatan Elar, meminta ditunjukan bukti terkait kapan dan siapa yang menyerahkan tanah tersebut sehingga kini statusnya di klaim Pemda Matim.

Menurut warga suku Ndoko, pengklaiman Pemda Matim tersebut tidak berdasar dan terkesan diskriminatif dan dinilai sebagai bentuk rezim yang otoriter.

Oleh karena itu, warga meminta agar Pemda sesegera mungkin menyelesaikan sengketa kepemilikan atas tanah tersebut dengan tata cara Lonto Leok (musyawarah mufakat) secara langsung di lokasi.

Hal itu dimaksudkan agar bisa mengetahui sejarah secara utuh dan komprehensif oleh tua adat yang sesungguhnya, dan bukan orang yang mengaku-ngaku sebagai tua adat.

Jika tidak dilakukan, masyarakat berencana akan menduduki kantor DPRD Matim, sampai tuntutan mereka dipenuhi.