Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Warga Desa Nangalili Ngaku Dipaksa Harus Terlibat Kerja Proyek Milik Kementrian PUPR

Foto: bangunan rumah Sumur Bor

Manggarai Barat, GardaNTT.id – Warga kampung Rohak, Desa Nangalili, Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, mengaku ikut terlibat dalam pengerjaan proyek Sumur Bor di desa itu. Keterlibatan mereka, diakui warga lantaran dipaksa oleh seseorang bernama Wellem Pandie selaku pengawas teknis lapangan pada proyek itu.

“Bilangnya, masyarakat harus terlibat kerja. Dia ancam, bahwa kalau tidak, nanti mereka (Pengawas, red) akan bawa pulang semua pipa air minum tersebut. Masyarakat rasa macam di bawah tekanan,” ungkap seorang warga Rohak yang minta namanya dirahasiakan.

Saat dikonfirmasi GardaNTT, Wellem Pandie membantah soal adanya pemaksaan dan ancaman. Ia mengklaim bahwa keterlibatan warga dalam pengerjaan itu atas kesepakatan bersama.

“Untuk ancaman tidak ada Pak, karena kami sepakat dua Minggu lalu bahwa warga masyarakat rohak terlibat untuk membantu galian tanah jaringan pipa dengan tujuan pipa segera di pasang supaya air dapat segera dinikmati oleh masyarakat, begitu Pak,” jawabnya saat dikonfirmasi Selasa (10/10/2023) melalui pesan WhatsApp.

Ia bahkan mengaku keterlibatan warga tersebut tidak secara cuma-cuma, alias dibayar.

“Dan itu di bayar bukan cuma-cuma mereka kerja free Pak,” tambahnya.

Kata dia, pengerjaan pengeboran sumur, sudah dilakukan pada tahun 2021 silam. Sementara, yang dikerjakan pada tahun 2023 saat ini hanya peningkatan, yakni pembangunan rumah Sumur Bor sekaligus penanaman pipa.

“Sumur bor itu saya bor tahun 2021 atas permintaan warga setempat. Tahun ini baru kami peningkatan pekerjaan sipil begitu Pak,” tuturnya.

Tidak ada papan informasi di sekitar lokasi proyek

Menurutnya, keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan demi efektivitas dan efisiensi pengerjaan proyek itu.

“Saya berpikir proyek itu di wilayah Rohak, makanya saya buat pertemuan kalau warga masyarakat bisa terlibat, kan pekerjaan cepat selesai dan bisa menikmati air bersih,” ucapnya.

“Seandainya warga masyarakat Rohak tidak siap untuk pekerjaan galian itu,maaf Pak saya tidak punya hak untuk memaksakan kerja,” pungkasnya.

Sementara itu, GardaNTT mengkonfirmasi kembali bantahan Wellem Pandie kepada warga. Mereka tetap bersikukuh dengan pernyataan mereka soal adanya pemaksaan dan ancaman itu.

Selain itu, terlibat kerja secara cuma-cuma juga diakui benar adanya. Bahkan mesin Molen (mesin campur) milik warga yang dipakai saat pengerjaan rumah sumur juga tidak dibayar dengan alasan perlu adanya dukungan masyarakat dalam pelaksanaan proyek itu.

“Tidak benar. Kalau dibayar, pasti mereka bayar juga alat campur molen yg mereka pakai. Karena sampai saat ini, tidak ada terima sesuatu dari kerjaan tersebut, baik sebagai pribadi maupun jasa dari alat molen yang mereka pakai,” tutur sumber yang merupakan warga kampung Rohak itu.

Diakui warga itu, terdapat 30 orang warga yang terlibat dalam pengerjaan itu tidak dibayar sama sekali.

“Memang ada warga yang kerja harian pak, cuman ada 2 hari waktu itu tidak di bayar dgn alasan kerja ini butuh keterlibatan masyarakat. Hampir kurang lebih 30 orang itu kerja perdeo, manfaat ase kae (masyarakat) di kampung. Jadinya merasa beban, dan apalagi pak wellem bilang, kalau masyarakat tidak ikut kerja untuk selesaikan tanam pipa maka kerja ini, akan bawa ke tempat lain pipanya,” terangnya.

Lanjut sumber itu, mereka terpaksa ikut kerja dan tidak bisa membangkang lantaran tidak mengetahui mekanisme pengerjaan proyek itu. Hal itu disebabkan karena tidak adanya papan informasi.

“Kami hanya tau ini proyek, tapi tidak tau seperti apa kerjanya, apakah murni dikerjakan oleh mitra atau harus juga secara swadaya,” pungkasnya.

Editor: Redaksi