Manggarai Barat.GardaNTT.id-Polsek Kuwus, baru menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang warga Desa Golo Pua, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat pada Kamis (26/08/2021).
Padahal, kasus dugaan penganiayaan tersebut telah dilaporkan pada tanggal 4 Januari 2021 lalu.
GardaNTT, telah menemui Kapolsek Kuwus, Ipda Matheos A.D Siok pada Kamis (02/09/2021) untuk mengetahui alasan dibalik lambannya pengusutan kasus itu. Namun, Ipda Matheos menyarankan wartawan untuk mengonfirmasi kepada Humas Polres Mabar.
“Kebetulan untuk pelayanan akses informasi di Polres Mabar sekarang, melalui satu pintu di Humas. Jadi om konfirmasi di Humas saja nanti,” katanya.
Sementara itu, Humas Polres Mabar ketika dikonfirmasi pada Jumat (03/09/2021) mengaku belum menerima laporan dari Polsek Kuwus.
“Siap bang, nanti saya kasi info. Saya sudah tanya ke sana (Polsek Kuwus, red), tapi belum ada balasan bang,” ujar Briptu Berto, Humas Polres Mabar.
Hingga dikonfirmasi terakhir pada Kamis (09/09/2021), Humas Polres Mabar masih memberi jawaban belum mendapat laporan dari Polsek Kuwus.
Diketahui, dalam kasus itu, terlapor berjumlah 4 orang, yakni Yohanes K.T.Ben Suhardi, Ponsianus Sarosbin, Patrisius S.Desal, dan Hiasintus Nujin. Sedangkan Pelapor adalah Stefanus M.Yutal atau yang biasa disapa Fansi.
Pada Senin (06/09/2021), GardaNTT menemui para pihak untuk mengetahui kronologis kasus tersebut. Saat itu, Fansi selaku korban telah berhasil diwawancarai, namun keluarganya meminta agar hasil wawancara itu tidak diterbitkan dalam pemberitaan.
Pihak keluarganya beralasan jika kasus tersebut pernah diberitakan, namun apa yang disampaikan tidak sesuai dengan yang ditulis Wartawan media tersebut.
Kuasa Hukum pihak pelapor, Hendrik Djehadut, SH, ketika dikonfirmasi wartawan terkait penolakan clientnya untuk diwawancarai, mengatakan jika itu adalah hak clientnya. Dirinya menghormati keputusan tersebut.
“Saya kira itu hak mereka yah. Kita hormati hak mereka itu,” katanya.
Selanjutnya, media ini menemui pihak terlapor, dan berikut pengakuan mereka.
Patrisius Desal. Dia adalah salah satu anggota Satgas Covid-19 Desa Golo Pua dan mengaku dirinyalah yang terlibat dalam peristiwa pada malam itu, tepatnya pada 31 Desember 2020, menjelang tahun baru 2021.
Ia menceritakan, saat itu dirinya bersama keluarga besar sedang melaksanakan doa tutup tahun.
“Waktu kami masih doa bersama, situasi diluar jalan sudah ramai. Banyak motor yang sudah konvoi di luar menyambut tahun baru, sehingga usai doa, karena tugas sebagai Satgas, saya keluar dan tegur baik-baik anak-anak itu. Saya himbau bahwa sesuai edaran Kapolri dan bupati, bahwa perayaan tahun baru saat ini alangkah baiknya dirayakan di rumah masing-masing dan tidak boleh euforia berlebihan seperti main kembang api, atau konvoi yang sebabkan kerumunan,” ujarnya.
Oleh karena teguran lisan tidak dihiraukan, Patrisius lalu berinisiatif menaruh pipa kecil dijalan dengan maksud sebagai simbol agar memperlambat laju kendaraan dan tidak bermaksud melarang untuk melintas. Tindakan Patrisius tersebut rupanya tidak diterima baik oleh seseorang bernama Fansi.
“Fansi protes dan bilang, bom neka lewat nggereta hio meu cepisa (untunglah kalau kalian tidak melintas ke arah atas nanti). Kalimat itu yang saya rasa seperti agak bernada mengancam, sehingga saya tanya, siapa yang omong begitu tadi, lalu Fansi tantang, saya yang bilang tadi, sehingga saya samperin dan pegang kerak bajunya lalu saya bilang panggil kau punya Bapa,” kata Patrisius.
Patris mengatakan, ia meminta Fansi agar memanggil orang tuanya itu, dimaksudkan agar orang tuanya sendiri tau dan memberi pemahaman terhadap Fansi, sebab orang tuanya adalah bagian dari Satgas Covid-19.
“Bapaknya kan anggota Sat.Pol.PP. Jadi, perintah secara jelas dari Kecamatan bahwa dia salah satu yang ditugaskan untuk mengamankan tahun baru di Paroki Ranggu dan sekitar, termasuk Desa Golo Pua ini,” jelasnya.
Begitu saya pegang dia, banyak yang datang dan berusaha melerai dan menenangkan kami.
“Orang-orang datang dan bilang, sudah, sudah, dan saya pun bilang ya sudah, saya juga tidak pukul dia. Saya cuma mau beri pemahaman ke dia, karena saya jalankan tugas. Lalu, setelah itu, pa Kades datang sambil teriak-teriak, bubar, bubar semuanya, begitu juga om dari si Fansi nama Alex Sale juga bilang sudah, sudah, bubar sudah, dan semua pun bubar waktu itu,” jelasnya.
Yohanes K.T.Ben Suhardi, Kepala Desa sekaligus ketua Satgas Covid-19 Desa Golo Pua. Ia mengaku, saat terjadinya peristiwa itu, dirinya sedang berada dalam rumah usai melaksanakan doa tutup tahun bersama keluarga besar. Tiba-tiba ia mendengar suara keributan dari depan jalan umum yang membuatnya keluar untuk melihat apa yang terjadi.
Yohanes mengatakan, tidak melihat kejadian sebelum oleh karena dirinya masih berada dalam rumah. Namun saat dirinya keluar, ia melihat kerumunan orang dari jarak sekitar 15 meter dan lalu meminta mereka untuk bubar.
“Saya langsung teriak, bubar, bubar semuanya,” ujarnya.
Saat itu, terang Yohanes, seseorang bernama Frumen mempertanyakan prosedur penanganan pengamanan tahun baru yang mereka lakukan.
“Dia bilang, apa begini sekali caranya kah?, saya bilang iya, harus tegas,” ujar Yohanes menimpali.
Kegaduhan itu, ujar Yohanes, hanya terjadi beberapa saat dan setelah itu semua bubar dan situasi kembali normal.
Yohanes menuturkan, sebelumnya, Pemdes mendapat surat edaran Kapolri dan edaran bupati terkait kepatuhan terhadap protokol kesehatan dalam pelaksanaan tahun baru 2021. Surat itu, jelasnya, telah ditempelkan di tempat-tempat umum agar mudah dilihat oleh masyarakat.
Pihaknya juga telah memberikan surat edaran tersebut secara langsung kepada seorang anggota Sat.Pol PP Kecamatan Kuwus, bernama Mateus Nandus yang adalah ayah Fansi.
“Kami kasih dia surat itu karena dia adalah bagian dari Satgas Kecamatan, dan sesuai instruksi Camat, wilayah tugas pengamanan dari pa Mateus ini adalah Paroki Ranggu yang termasuk Desa Golo Pua ini,” ujarnya.
Namun, saat diberikan, Mateus seakan meragukan keabsahan surat itu. Ia lantas menanyakan asal surat dan siapa yang menandatangani surat itu.
“Mungkin dia pikir itu surat yang Pemdes buat, padahal itu surat edaran Kapolri dan Bupati. Tapi waktu itu kami kasi saja dan dia sudah terima,” ujarnya.
Usai kejadian malam tahun baru itu, terang Yohanes, dirinya dihubungi oleh Kepolisian untuk memediasi kasus tersebut. Mediasi itu dilaksanakan di Rumah Gendang dan dihadiri oleh pihak Kepolisian dan TNI.
“Saya waktu itu sampaikan bahwa kalau memang tindakan yang diambil pada malam kejadian itu dirasa mungkin berlebihan, secara pribadi dan mewakili Satgas, saya sampaikan minta maaf. Tidak ada motif lain, semua tidak lebih karena menjalankan tugas, sehingga diharapkan agar semuanya ‘oke one wae laud, agu one leso saled (biarkan semua yang terjadi dibuang ke arus air dan hilang bersama terbenamnya Matahari). Lalu secara budaya Manggarai, sebagai simbol permintaan itu saya bawa sebotol Bear dan uang sebesar Rp.300.000,” tuturnya.
Namun, nominal tersebut dirasa kecil oleh pihak keluarga Fansi yang langsung menolak uang itu dan membuat pelaksanaan perdamaian saat itu gagal.
“Pa Mateus (Ayah Fansi) berdiri sambil tunjuk-tunjuk saya dan bilang, bagaimana kalau itu terjadi sama anak kalian. Saya sebagai orang tuanya tidak terima. Harus 50 juta uang dan 1 ekor kerbau,” kata Yohanes meniru kalimat Mateus.
Pihak Yohanes pun merasa keberatan terhadap permintaan itu dan akhirnya, pihak Fansi membuat laporan resmi ke Polsek Kuwus. Laporan itu terregistrasi dengan No: LP/01/I/2021/Sektor Kuwus tanggal 4 Januari 2021.
“Waktu itu yang pergi lapor itu, selain Stefanus M Yutal (Fansi), ada juga Mateus Nandus, Frumens Mongko, Stefanus Jehabut, Robertus Sariono, Aleksius Sale, Kristoforus Dagut dan Kornelis Jehadut,” tandasnya.
Ponsianus Sarosbin. Menurutnya, memang benar terjadi keributan pada malam itu. Namun, ia tidak melihat dengan jelas apakah ada penganiayaan waktu itu.
“Waktu kejadian itu, saya tidak liat dengan jelas, karena banyak orang juga disitu dan juga agak samar-samar karena kejadianya malam hari,” katanya.
Dirinya juga menegaskan bahwa inisiatif untuk menaruh pipa di badan jalan tersebut memang murni sebagai upaya memperlambat laju kendaraan yang melintas.
Hiasintus Nujin. Ia mengaku sekitar bulan Juni lalu, dirinya dipanggil sebagai saksi di Polsek Kuwus. Ia dipanggil Polisi, jauh setelah terlapor Yohanes, Patrisius dan Ponsianus diambil keteranganya.
“Saya ini orang tua. Saya hanya kaget dipanggil oleh Polisi. Padahal saya tidak tahu kejadian itu. Saya memang dengar ada keributan, tapi saya hanya melihat dari rumah saja,” akunya.
Pihak terlapor mengakui masing-masing diantara mereka sudah dimintai keterangan oleh Polisi.
Pihaknya berharap agar kiranya kasus ini secepatnya diselesaikan.