Ruteng, GardaNTT.id – Ratusan masyarakat melakukan aksi demo melawan dugaan kesewenangan hukum yang dilakukan kejaksaan Manggarai atas penetapan tersangka Gregorius Jeramu (GJ) dan Benediktus A. Moa (BAM) pada 28 Oktober 2022 lalu.
Ratusan masyarakat tersebut diketahui, aliansi masyarakat adat Kembur, PMKRI Ruteng dan keluarga tersangka GJ dan BAM.
Pantauan media ini, titik star aksi demo tepatnya depan Unika Santu Paulus Ruteng. Sejumlah massa aksi lakukan long march menuju kantor Kejaksaan Manggarai sambil menggotong keranda mayat dengan tertulis Rip Nurani Kejari Manggarai.
Kordinator masyarakat Firman Jaya dalam orasinya mengatakan bebaskan kedua tersangka (BAM dan GJ). Keduanya adalah korban tumbal dari rekayasa hukum kejaksaan Manggarai.
Firman mengatakan, BAM hanyalah korban dari konspirasi atasannya. Tahun 2012 BAM hanyalah serang ASN baru yang belum layak secara kualifikasi menjadi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Hal lain dikata Firman, penetapan tersangka GJ merupakan Tua Adat Kembur adalah diskriminasi terhadap hukum adat yang sudah lama hadir sebelum hukum positif. Pihak Kejaksaan dinilai tidak menghargai kearifan lokal yang ada. Karena GJ sudah menguasai tanah itu telah berpuluh-puluh tahun.
“Kami tidak segan segan akan mengambil kembali semua tanah ulayat yang telah diserahkan kepada pemerintah. Kami tidak segan segan memblokir, blokade jalur pertigaan lehong menuju kantor di lehong,” teriak Firman.
Sementara, berdasarkan hasil advokasi yang dilakukan PMKRI Ruteng bersama masyarakat, bahwa apa yang disangkakan terhadap BAM dan GJ oleh Kejari Manggarai keliru. Artinya masih ada oknum yang seharusnya bertanggung jawab penuh dalam kasus ini.
Pertama, terkait sangkahan bahwa saudara GJ bukanlah pemilik lahan karena tidak memiliki sertifikat adalah sebuah sangkahan yang lucu. Seolah-olah kejari Manggarai tidak paham soal hukum adat. Sdr. GJ adalah pemilik lahan terminal kembur karena beliau menguasai dan mengolah lahan tersebut berpuluh-puluh tahun. Semua masyarakat mengetahui dan mengakui hal itu, sehingga semenjak terminal kembur itu berdiri sampai saat ini, tidak ada satupun masyarakat yang menggugat.
Saudara GJ juga memiliki surat pemberitahuan terhutang pajak bumi dan bangunan (PBB). Hal ini menandakan bahwa secara tidak langsung negara mengakui kepemilikan tanah milik GJ. Saudara GJ sedari awal menolak tanah miliknya dijual. Namun karena dibujuk berulang kali oleh pemerintah Manggarai Timur kala itu dengan dalih kepentingan umum. Akhirnya saudara GJ merelakan tanahnya dibeli oleh Pemda Matim.
Saudara GJ adalah seorang petani tamatan SD yang tidak paham prosedur jual-beli tanah. Penetapan tersangka terhadap saudara GJ adalah bentuk ketidakadilan dan penindasan kepada masyarakat kecil.
Kedua, terkait sangkahan bahwa saudara BAM selaku PPTK tanpa melakukan penelitian status hukum tentang tanah tersebut. Namun faktanya kala itu bahwa saudara BAM hanyalah staf biasa di dinas tersebut, apalagi baru menyelesaikan prajabatan sebagai PNS. Saudara BAM juga tidak pernah menandatangani dokumen pembebasan lahan atau ada tim negosiasi jual beli tanah waktu itu. Artinya kejari manggarai tidak cermat menentukan pihak-pihak yang mestinya bertanggungjawab.
PMKRI Ruteng bersama masyarakat menilai bahwa penetapan tersangka yang disangkakan oleh Kejari Manggarai lahir dari penetapan yang tergesa-gesa dan sarat kepentingan.
Menurut PMKRI, penetapan kedua tersangka telah mengkhianati kearifan budaya lokal budaya Manggarai dan mencederai rasa kemanusiaan dan keadilan. Penetapan tersebut telah meresahkan masyarakat dan bisa memicu konflik horizontal di tengah masyarakat.
PMKRI menduga bahwa kejari Manggarai sudah berkonspirasi dengan oknum tertentu untuk menjebak sdr. GJ dan BAM menjadi tersangka. Sdr. GJ dan BAM adalah korban yang harus dibebaskan.
Pernyataan sikap
Atas dasar itu, PMKRI Ruteng bersama masyarakat menyatakan sikap:
Meminta Kejari Manggarai untuk segera membebaskan Bapak Gregorius Jeramu dan Bapak Beny Aristo Moa hari ini juga.
Meminta Kejari Manggarai untuk mencabut status tersangka dan melakukan pemulihan nama baik terhadap bapak Gregorius Jeramu Dan bapak Beny Aristo Moa.
Meminta Kejari Manggarai mengakui kesalahan dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat demi menegakan keadilan dan kemanusiaan.
Mendesak Kejagung untuk turun tangan mengusut kasus ini dan mencopot Kajari Manggarai karena bekerja secara tidak profesional dan berintegritas.
Apabila tidak segera mencabut status tersangka terhadap Bapak Gregorius Jeramu maka masyarakat adat akan mengambil kembali seluruh tanah yang diserahkan oleh masyarakat adat terhadap Pemerintah Manggarai Timur karena masyarakat memberikan tanah tersebut tanpa alas hak.