Ende, GardaNTT.id-Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TDPI) Petrus Salestinus membuka suara terkait dengan pembangunan 4 toilet di lokasi tiga Kecamatan kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Lokasi pembangunan 4 Toilet tersebut diantarnya, Kecamatan Ende Utara, Kecamatan Detusoko, dan Kecamatan Kelimutu. Dengan anggaran sebesar Rp.2,2 miliar, yang dialokasikan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pariwisata tahun 2021 sebesar 15 Milar, telah mencoreng predikat Ende sebagai Kota Pancasila dan melahirkan predikat Ende Surga bagi Koruptor.
Kordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TDPI) Petrus Salestinus kepada media melalui pesan rilisanya mengatakan, dalam proses pengerjaan 4 toilet tersebut menggunakan anggaran DAK Kementerian Pariwisata tahun 2021 sebesar Rp.15 Miliar, dibagi dalam beberapa item pekerjaan penataan dan pembangunan destinasi wisata pada tiga lokasi di Kecamatan. Ende Utara, Kecamatan. Detusoko, dan Kecamatan. Kelimutu, termasuk pembangunan 4 Toilet tersebar pada tiga lokasi berbeda guna menunjang destinasi Wisata Ende.
“Adapun 4 lokasi pembangunan toilet tersebut di antaranya di kawasan Destinasi Wisata Pantai Ria, Taman Rendo, Air Panas Detusoko dan Sao Roa Wisata-Moni, kecamatan Kelimutu, antara lain disyaratkan kepada empat kontraktor bahwa 4 toilet yang dibangun itu harus dilengkapi jaringan air, pompa dan listrik,” pungkasnya
Kontraktor itu kroni pejabat
Sementara itu, Petrus juga mengatakan, pembengkakan biaya pembangunan toilet standar Desa/Kampung untuk toilet umum dengan pagu anggaran per-toilet Rp.500 juta lebih, sangat fantastik bahkan jauh lebih mahal dari biaya per-toilet Rujab Bupati atau Rujab Ketua DPRD, Kapolres, Kajari Ende dan lain-lain. Namun demikian para petinggi Penegak Hukum bersama Bupati dan DPRD Ende memandang peristiwa pembengkakan anggaran toilet itu hal biasa dalam pandangan kronisme dan budaya korupsi pejabat di Ende.
Petrus menjelaskan bahwa anggaran pembuatan toilet dengan angka fantastik bagi empat kontraktor yang mengerjakan toilet dimaksud antara lain:
1. Lokasi Sao Ria Wisata Moni dikerjakan oleh CV. Kelibhera, alamat Kabupaten Sikka dengan anggaran sebesar Rp.568 juta lebih;
2. Di lokasi wisata Air Panas Ae Oka Detusoko dikerjakan CV. Tunbes alamat Kota Kupang dengan pagu anggaran sebesar Rp.568.254.720;
3. Di lokasi wisata Pantai Kota Raja, dikerjalan CV. Kasih Ibu alamat Ende, dengan pagu anggarannya sebesar Rp. 568. 254.720; dan
4. Di lokasi Taman Rendo dikerjakan oleh CV. Sarta Jaya Mandiri, beralamat di Jalan Perwira Ende, pagu anggaranya sebesar Rp.568.254.720.
Padahal, kata Salestinus, belanja untuk pembuatan toilet mewah secara umum untuk bangunan Rumah pribadi atau Hotel rata-rata pertoilet sekitar Rp.25 juta atau paling tinggi sekitar Rp.30 juta, sedangkan pembangunan toilet untuk pelayanan umum di Pantai Ria, Moni; Ae Oka, Detusoko; Pantai Kota Raja; dan Taman Rendo dianggarkan di atas Rp.500 juta atau 20 × lebih mahal dari harga biasa.
KPK harus supervisi dan monitor
Selestinus juga mengatakan bahwa, Kabupaten Ende merupakan salah satu Kabupaten yang penegak hukumnya sangat minim prestasi, bahkan boleh dikatakan di Ende untuk menegakan hukum harus dengan korupsi dulu, karena itu Kabupaten Ende merupakan surga bagi koruptor-koruptor Eksekustif, Legislatif dan Yudikatif sehingga mereka sudah saling menyandera untuk saling melindungi sesama mereka.
“Banyak kasus yang hanya digdaya diawal tetapi loyo di penghujung, hingga perilaku membangkangi perintah Pengadilan Negeri Ende-pun terjadi dan itu dibiarkan sampai dengan sekarang, yaitu Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Ende berupa Perintah kepada Polres Ende melanjutkan Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi PDAM-pun tidak dilanjutkan malah dikangkangi oleh Kapolres Ende hingga sekarang,”ungkapnya
Karena itu kasus pembangunan 4 Toilet di tiga Kecamatan di Ende, dengan anggaran yang sangat fantastis sebagai realisasi program Kementerian Pariwsata di Kabupaten Ende.