Bukan Moderasi Ajaran
Kadiv Hubinter Pol Johanis Asadoma mengutip padangdangn Prof. Komaruddin Hidayat, bahwa moderasi beragama muncul karena adanya dua kutub ekstrem kanan yang terpaku pada teks dan mengabaikan konteks, sedangkan ekstrem kiri mengabaikan teks.
“Moderasi beragama berada di antara keduanya, yakni menghargai teks dan mendialogkannya dengan realitas kekinian,” jelasnya.
Lebih lanjut, dengan bereferensi gagasan Drs. Lukman Hakim Syaifuddin, Jhoni secara tegas mengatakan, yang dimoderasi adalah cara kita beragama bukan ajaran agamanya.
Oleh karena itu, mantan Komandan Brimob Binjai Polda Sumut (2003—2005) ini menyebutkan model-model yang perlu dikembangkan, yakni internalisasi nilai-nilai dasar pancasila; internalisasi sikap toleran; pemberdayaan forum komunikasi umat beragama sebagai wadah dialog antar umat beragama.
Selain itu, lanjut Pol Johni Asadoma, diperlukan kurikulum pendidikan berbasis kebangsaan dan nasionalisme; membangun wawasan internasional (membangun kesadaran bahwa suatu negara tidak dapat hidup sendiri tanpa membangun kerja sama internasional dengan negara lain); menggiatkan kampanye wawasan kebangsaan baik oleh pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan;
Sementara itu, kata Pol Johni Asadoma, untuk mahasiswa atau generasi muda sebagai calon penerima estafet kepemimpinan di era globalisasi 4.0 harus mampu untuk (1) memanfaatkan waktu yg ada dg belajar keras & mengisi diri dg ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya; (2) profesional dibidangnya; (3) menguasai teknologi informasi; (4) berani dalam mengekpresikan gagasan; (5) kreatif & inovatif; (6) membangun jaringan sosial dlm kehidupan bermasyarakat; (7) menguasai bahasa inggris; ,dan (8) berbakti kepada orang tua dan keluarga;






