Keluarga, Jalan Bermasyarakat (Sekenanya Saja)

Milikior Sobe

Staf LPPKPD dan Praktisi Pendidikan dari Desa Ndehes, Kecamatan  Wae Ri’i, Manggarai

Keluarga merupakan lingkungan terkecil pertama yang dihadapi oleh seorang anak. Idealnya, anak-anak tumbuh dengan baik di dalamnya, baik fisik maupun mentalnya. Karena keluarga merupakan realitas kehadiran. karena keluarga terdiri dari pribadi-pribadi sehingga dalam keluarga ada realitas kehadiran.

Gabriel Marcel (1889-1973), seorang filsuf terkenal asal Prancis telah merenungi apa arti cinta di dalam kehidupan. Refleksinya berlatar pada pengalaman masa mudanya yang sering menyaksikan persoalan-persoalan hidup yang dialami oleh keluarga-keluarga lain, bahkan keluarganya sendiri. Misalnya, terjadi konflik baik antara suami dan istri,  antara orang tua dan anak-anaknya, maupun dengan yang lainnya. Artinya, konflik-konflik yang tercipta dalam kehidupan membangkitkan Gabriel Marcel untuk terus berpikir dan berefleksi atas sebab-akibat dari peristiwa ini.

Keluarga: Dasar Masyarakat

Keluarga merupakan institusi yang melahirkan individu-individu ke dalam masyarakat sehingga amat menentukan kelangsungan hidup masyarakat. Artinya, masyarakat berhenti bereksistensi atau masyarakat menjadi mati apabila keluarga tidak mau lagi melahirkan anak-anak. Dengan demikian, dapat dikatakan keluarga merupakan dasar masyarakat. Sebagai dasar masyarakat atau kumpulan masyarakat, kehadiran keluarga sangat penting sehingga harus diciptakanlah suatu komunikasi dan kekerabatan yang baik antar masyarakat. Hormat terhadap hak-hak manusia perlu untuk perkembangan insani orang-orang dalam komunitas. Nilai-nilai ini meliputi hidup sendiri, kesehatan, pengetahuan, pekerjaan, komunitas dan agama.

Kita sadar bahwa mungkin dan bahkan perlu memulai dan melanjutkan dialog berdasarkan akal budi insani sehubungan dengan masyarakat dan prinsip-prinsip serta tuntutan etis yang harus menuntun koeksistensi insani. Keluarga menurut kodratnya sendiri, adalah subyek hak-hak, unsur fundamental masyarakat insani, dan kekuatan yang paling perlu dalam perkembangan sepenuhnya pribadi manusia. Bobot mediasi sosial keluarga tak dapat disangkal. Ini adalah sesuatu yang mempertahankan semua nilainya, meskipun perubahan-perubahan menimpa keluarga sepanjang sejarah. Hak-hak, kewajiban-kewajiban, serta aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat harus ditaati oleh masing-masing keluarga. Dengan mentaatinya maka akan tercipta keharmonisan antar keluarga.

Kekuasaan dalam Keluarga

Kekuasaan umumnya diartikan sebagai kemampuann untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain. Kekuasaan mempunyai dua dimensi, yaitu pengaruh dan wewenang. Pengaruh adalah kekuasaan yang keluar dari kemampuan, kehebatan, dan karisma seseorang. Ada orang yang secara formal tidak mempunyai kekuasaan, tetapi dia bisa memengaruhi orang lain karena karisma atau teladan hidupnya sendiri. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang dilegitimasi atau diwariskan menurut adat-istiadat.

Dalam konteks keluarga, pembagian kekuasaan antara suami dan istri berbeda berdasarkan hakikat perkawinan maupun dari suatu masa ke masa lainnya. Secara umum, berbagai kemungkinan bisa muncul mulai dari dominasi oleh salah satu pihak sampai kepada bentuk di mana suami-istri relatif mempunyai kekuasaan yang sama. Jadi, pada dasarnya ada tiga pola dasar pengaturan kekuasaan dalam hubungan antara suami dan istri, yakni dominasi suami, dominasi istri, dan tak ada dominasi satu terhadap yang lain.

Perubahan Sosial

Masyarakat dalam dunia dewasa ini sedang mengalami proses modernisasi dan perubahan yang luar biasa. Beberapa aspek dari modernisasi ialah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa serta perkembangan dalam dunia transportasi, komunikasi, media massa, dan media elektronik.

Semangat pragmatisme massif agaknya telah menjadi modal, sentral sistem nilai masyarakat modern terutama dalam kehidupan keluarga-keluarga saat ini. Segala sesuatu cenderung dinilai dengan standar gengsi popular yang diyakini sebagai hal yang impresif dan signifikan dalam kehidupan keluarga.

Dalam memilih pakaian, bahan makanan, bahkan sekolah, atau kegiatan rekreasi pun kebanyakan dari keluarga-keluarga sekarang lebih mengacu pada pendapat khalayak ramai tentang pakaian yang fashionable, makanan yang berkualitas tinggi, sekolah yang memiliki rating tinggi atau bahkan jenis kegiatan rekreasi yang berkelas. Mendengarkan dunia luar melalui pengamatan serta propaganda media terasa lebih membuat diri kita terhubung dengan jalur dunia yang terus bergerak, dan membuat kita merasa berharga di mata orang lain. Dunia luar saat ini memang kadang lebih menarik, dan dari sanalah kita mendapat banyak pembelajaran. Namun, ketika melihat situasi seperti ini muncul kekuatiran akan lahirnya kecenderungan terutama di dalam hidup berkeluarga, dimana banyak keluarga pelan-pelan meninggalkan nilai-nilai kekerabatan yang telah ditanamkan oleh generasi sebelumnya.

Seseorang sosiolog, Anthony Giddens menyatakan bahwa masyarakat zaman sekarang hidup dalam era yang dikenal dengan istilah ‘masyarakat resiko’. Masyarakat yang mengejar kenikmatan namun melupakan resiko yang dihadapi.

Berhadapan dengan situasi sosial seperti ini yang menjadi persoalan dasar sekarang ialah bagaimana di dalam keluarga kembali ditanamkan nilai-nilai seperti tanggung jawab, semangat cinta kasih, dan sikap saling menghormati satu sama lain? Persoalan ini menjadi tanggung jawab kita bersama terutama bagi para orang tua di zaman sekarang. Menjadi orang tua di zaman sekarang dibutuhkan sikap perhatian penuh cinta kasih terhadap keluarga terutama terhadap perkembangan anak-anak.

Oleh karena itu, agar realitas kehadiran yang lain tetap bertumbuh dalam diri setiap keluarga secara kontinu. Satu hal penting yang harus diperhatikan oleh setiap keluarga dewasa ini adalah kebersamaan dalam hidup berkeluarga. Itu berarti keluarga-keluarga yang mampu bertahan, bertumbuh, dan menghasilkan buah, lahir dari kebersamaan yang dibangun diupayakan secara serius dengan mengakui realitas kehadiran yang lain.

Pemberian Diri

Tentu, setiap persoalan hidup membuka pikiran kita untuk berefleksi mencari solusi dan jawabannya. Masing-masing probadi memiliki cara dan ‘strategi’ yang khas untuk menyelesaikan persoalan. Dalam keluarga pun demikian.

Satu hal yang ditekankan di sini adalah prinsip pemberian diri secara total antara suami-istri dalam membangun bahtera keluarga mereka sebagai suatu realitas kehadiran di dunia, terutama di tengah masyarakat. Selain itu, anak-anak juga perlu memberikan diri secara total kepada orang tua agar orang tua dapat mendidiknya dengan baik. Pemberian diri yang total menunjukkan ketulusan, sikap saling mencintai, dan menerima apa adanya demi kebahagiaan hidup sendiri dan membangun kehidupan bersama.

Gabriel Marcel menguraikan bahwa semua yang terjadi dalam kenyataan hidup manusia menunjukkan bahwa dari kata-kata dan argumentasi yang aktual merupakan sebuah tanda kehadiran, pengalaman, dan sesuatu yang sejati dalam kehidupan berkeluarga. Kehadiran dan pemberian diri, jalan menuju hakikat keluarga sesungguhnya.