Membaca Ulang, Kenapa Santri Mudah Jadi Korban Kejahatan Seksual

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra

Ada yang pelakunya  yang memiliki relasi kuasa yang luar biasa, mereka adalah pimpinan, ada pimpinan legislatif, tokoh publik, pimpinan lembaga pendidikan, orang yang sangat berpengaruh Dimana segala akses bisa ditembus untuk menutupi kejahatannya, dan menempatkan korban menjadi pesakitan di mata publik. Karena perlu upaya luar biasa untuk menyentuh para pelaku. Dan korban yang harus bersaksi berulang ulang, bahkan bertahun tahun. Padahal mengungkap itu membawa trauma dan dapat mengancam.

Sebenarnya fenomena kekerasan seksual ini, merupakan fenomena data yang masuk ke KPAI, dimana kekerasan didalam keluarga dan pemgasuhan alternatif menjadi angka tertinggi. Dengan angka 2.281. Dimana angka kejahatan seksual 859 kasus yang teradukan. Di Jawa Timur Januari sampai Mei ada kekerasan terhadap anak 319 kasus.

Kita sering lupa bahwa pendidikan berbasis asrama seperti pesantren dan lain yang serupa, sebenarnya menjalankan fungsi pengasuhan alternatif. Makanya di Konvensi Hak Anak kluster IV kita bicara secara bersamaan antara pendidikan, waktu luang dan budaya. Memang ada problem besar, ketika anak lepas dari pengawasan orang terdekatnya. Seperti masalah waktu luang di pesantren setelah melalui pendidikan formal, yang dimanfaatkan oknum seperti predator seksual.

Data kekerasan seksual selalu saja dilakukan orang terdekat, begitu juga yang terjadi di Pesantren. Yang  juga seringkali rasio pengasuh dan peserta didik tidak sebanding. Anak anak yang jauh dari pengawasan orang tua ini, ketika berada di tangan yang salah dan percaya begitu saja, sering mendapat perlakukan salah, sampai akhirnya menjadi korban kejahatan seksual.

Tentu saja melepas anak untuk pendidikan berasrama adalah sebuah niat yang sangat baik, apalagi memasukkan ke pesantren. Tapi niat baik ini tidak cukup, karena kita sekarang ‘tidak cukup dengan niat baik’ dengan dunia sedang perang dengan paparan pornografi, narkoba, perang ideologi. Artinya pesantren dan sekolah berasrama tidak bisa hanya memenuhi kebutuhan niat baik untuk pendidikan.

Untuk itu belum lama KPAI bertemu dengan Menteri Agama untuk menjawab fenomena angka besar kekeraaan seksual yang disampaikan Gus Menteri bagai fenomena puncak gunung es, yang fenomena nya kita saksikan hari ini. Selain itu KPAI memberi masukan tentang pentingnya mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lembaga keagamaan.

Peristiwa di Jombang dengan teribat ratusan orang melawan hukum. Tentunya ini menjadi keprihatinan besar buat sekolah berasrama dan pesantren, untuk membongkar kesadaran anak anak didik nya tentang kekerasan seksual.