Berimbang, Tegas, Akurat
Indeks

Ada Pembungkaman Suara Kritis Sebelum Terselenggara ASEAN Summit

Dari rangkaian peristiwa pembungkaman yang di alami oleh sejumlah orang ini,  menandakan bahwa ASEAN Summit hanya kepentingan para elit bukan untuk kepentingan rakyat. Jika memang pemerintah mempunyai niat tulus bekerja untuk kesejahteraan rakyat maka persoalan ketidakadilan harus dituntaskan.

Di depan para pemimpin negara se-ASEAN Presiden Joko Widodo berpidato terkait dengan strategi dan konsep kerja sama antara negara dengan mengutamakan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Ternyata dibalik itu ada persoalan keadilan yang belum beres. Pemerintah sengaja untuk menyembunyikan itu demi reputasi negara.  Hal ini terbukti ada upaya kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga yang terdampak dan sejumlah Wartawan.

Desa Haju

Pemimpin dari  setiap negara tetangga menyaksikan keindahan pemandangan dari Labuan Bajo  menuju Golo Mori tempat terselenggara kegiatan ini.  Mereka tidak mengetahui jalan yang mereka lalui itu, ada sejumlah orang yang menjadi korban karena penggusuran rumah, kebun, pekarang, dan lain sebagainya. Sampai saat ini jeritan mereka tidak dihiraukan.  Buktinya Pemerintah belum ada upaya untuk mengganti rugi  lahan dan rumah milik Warga.

Menurut Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation –Societas Verbi Divini ( JPIC- SVD), lembaga advokasi Greja Katolik yang selama ini ikut membantu warga terdampak proyek jalan mencatat, ada setidaknya 51 keluarga dari Kampung Cumbi, Nalis, dan Kenari. Kebanyakan dari mereka berlatar belakang petani dan guru honorer, yang hingga kini masih terus memperjuangkan haknya menuntut ganti rugi.

Sebenarnya dalam momen ASEAN Summit ini, masyarakat pantas dan selayaknya menyampaikan suara melaui aksi demonstrasi supaya pemerintah mendengar secara langsung jeritan masyarakat yang terdampak itu. Namun, pemerintah melihat itu adalah mengganggu kenyamanan menjelang kegiatan besar ini.

Penulis melihat  pemerintah mengambil jarak dengan masyarakat dan semakin egois perilaku yang ditampilkannya melalui pernyataan Kapolda NTT Jhoni Asadoma.

Dari persoalan ini, pemerintah harus berpikir serius terkait dengan kemanusiaan, bahwa kesejahteraan rakyat itu di atas segalanya. Upaya kriminalitas dan pembukaan terhadap suara rakyat adalah dosa berat bagi pemeritah.

Seharusnya menjalankan perintah UU Pasal 28 UUD 1945 berbunyi,  Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan  yang oleh ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu, ada juga pasal 28  E Ayat 3 yang berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.