Sumba Barat, GardaNTT.id – Womens day (Hari Perempuan) internasional, diperingati setiap tanggal 08 Maret. Momen ini menjadi perayaan pencapaian kaum perempuan pada berbagai bidang, baik sosial, ekonomi, budaya, maupun politik.
Peringatan hari perempuan ini juga, diharapkan menjadi momen kebangkitan kaum perempuan dari segala bentuk penindasan.
Hal ini disampaikan Dosen muda, sekaligus aktivis perempuan asal Sumba, Melkianus Pote Hadi.
Salah satu bentuk kebangkitan perempuan menurut Melki, adalah dengan berani melapor kepada pihak berwenang bila mendapat tindakan tak terpuji semisal pemerkosaan, kekerasan seksual, ataupun Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Dikatakan Melki, di Sumba sendiri, sejumlah kasus pemerkosaan anak dibawah umur justru didiamkan begitu saja oleh korban. Ironinya lagi, kasus-kasus itu hanya berakhir di meja mediasi atasnama budaya.
“Ini fakta miris. Menurut saya, harus berani lapor kepada pihak berwajib supaya dilakukan pengungkapan dan pelaku jerah,” katanya.
“Satu tahun ini banyak bercerita lewat telepon, menceritakan kasus pemerkosaan, di keluarkan dari sekolah, dari cerita kami, ini manjadi catatan penting untuk saya sebagai pemerhati pendidikan,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Melki merekomendasikan kepada pihak Pemerintah dan Gereja, agar menyuarakan kebenaran dan membantu para korban yang tertindas, terutama terkait kekerasan seksual yang kian marak khusus di Wilayah Sumba.
Sebagai contoh, lanjut Melki, Rumah Perempuan Kupang telah mendampingi hampir 2.000 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari jumlah itu, 800 diantaranya adalah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), lebih dari 400 kasus kekerasan seksual, 700 kasus kekerasan fisik di kota Kupang, 300 kasus kekerasan seksual, 100 kasus penelantaran dan kekerasan psikis terdapat 54 kasus.
Untuk mengurangi berbagai macam kekerasan terhadap perempuan dan anak, Rumah Perempuan Kupang telah melatih sejumlah warga Kota Kupang.
Menurutnya, banyak kasus pelecehan seksual mulai terungkap ke publik. Tren speak up lewat media sosial, turut berkontribusi membantu terungkapnya kasus kekerasan seksual. Meski telah banyak kasus terungkap ke publik, namun tak banyak dari kasus pelecehan seksual tersebut selesai di meja hijau.
“Pentingnya laporan, saya meyakini, masih ada banyak korban pelecehan seksual yang berdiam diri dan tidak melaporkan kejadian pelecehan seksual. Padahal, laporan atau pengaduan sangat penting untuk mengungkap kasus pelecehan seksual,” tegas Melki.
Kepada para korban diluar sana, ia berpesan untuk tidak takut melaporkan kejadian-kejadian tersebut.
“Kalau belum berani speak up, bisa mencari bantuan. Ada banyak orang yang mau membantu, bisa ke Komnas Perempuan, LBH APIK, Women Crisis Center, dan banyak lagi, Rumah perempuan di Kupang, bisa juga langsung ke saya, nanti saya bagikan nomor saya, kita bisa langsung up ke media dan langsung ke Komnas HAM,” tuturnya.
Melki Pote Hadi mengungkapkan, kekerasan seksual di Indonesia sudah mencapai tahap darurat. Sehingga diperlukan kerja sama seluruh komponen bangsa yang beradab, sebagai panggilan iman bagi seluruh umat beragama.
“Negara sudah seharusnya menciptakan sistem perlindungan hukum yang memadai melihat kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia saat ini,” imbuhnya.
Diriny berharap, agar Negara, Pemerintah, Ulama, Pendeta dan masyarakat untuk bahu-membahu mengambil peran dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual dari hulu ke hilir.
“Saya pun mendukung RUU TPKS disahkan dengan segera, untuk menyelamatkan bangsa Indonesia dan juga menjadi kepastian hukum bagi para pelaku serta perlindungan terhadap korban,”
Yang terpenting dilakukan negara adalah membuat undang-undang agar warga negara merasa terlindungi. Semua agama melindungi korban yang lemah, dan korban kekerasan seksual adalah pihak yang lemah, karena itu perlu perlindungan,” pungkas Melkianus Pote Hadi.