Ludgeras Adun*
*Alumnus SMP-SMA Santu Klaus werang
Dunia semakin berkembang dan perlahan didapati dari waktu ke waktu. Seiringnya terendus suatu perjalanan (transformasi dari satu generasi kepada generasi berikutnya) tanpa henti – begitu seterusnya akan terjadi. Dalam perjalanan itu, dunia semakin ‘menjadi’ sebagai bentuk pengekspresian diri terhadap tuntutan zaman. Maka tak heran banyak inovasi tercipta yang diamini dapat membantu manusia dalam mencapai tujuan yang ingin digapai.
Inovasi yang terus tercipta membaharui dirinya dalam putaran zaman seakan menjadi wajah dari perubahan. Misalnya, hadirnya teknologi canggih di ruang publik dari waktu ke waktu menunjukkan kinerja bagus dan diyakini masyarakat sebagai indikator perubahan. Artinya, perubahan hari ini dikatakan ‘maju’ apabila perkembangan teknologi telah menduduki tahap baru dengan inovasi-inovasi ampuh yang dapat menanggulangi polemik zaman.
Akibatnya, peralatan teknologi canggih terus dipertontonkan di muka publik sehingga sikap dan tingkah laku masyarakat terhipnotis dengan kemewahan dunia. Hal ini sewaktu-waktu menghantar masyarakat pada sikap acuh, ego, diri penuh dengan kerakusan, tidak akan pernah puas, dan cendrung bersikap instan. Salah satu diantaranya sebagaimana Maeshall McLuhan, sosiolog Amerika Serikat gambarkan perkembangan dunia modern sebagai “sebuah kampung global (global village)”.
Relasi yang dibangun menembus batas ruang dan waktu. Ramalan Yuval Noah Harari dalam bukunya Homo Deus – Agama baru muncul dari laboratorium-laboratorium riset. Artinya, sosialisme mengambil alih dunia dengan menjanjikan penyelamatan melalui mesin uap dan listrik. Demikian pun di masa mendatang, agama-tekno bisa menaklukkan dunia dengan janji penyelamatan melalui algoritma dan gen-gen (Musthofa, 2019:405). Inilah dunia hari ini. Dunia yang sedang berada dalam rahim teknologi.