Ke Manakah Arah ‘Perahu’?

Ludgeras Adun; Foto: Dokumen Pribadi

Ke manakah Arah Perahu?

Teknologi semakin canggih, dunia berkembang semakin pesat. Masyarakat beraktivitas dalamnya terus berproses dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut.  Sisi lain, menjadi sebuah kendala mengingat daya kritis dan SDM masyarakat tidak mengimbangi perkembangan itu. Perlu diingat bahwa perkembangan tidak melulu mendatangkan wajah yang baik. Namun, acap kali menimbulkan permasalahan baru yang mesti dibenahi bersama. Barangkali menghadapi masalah sedemikian masyarakat berdiri ‘kangkang; antara garis maju dan garis bimbang. Semuanya berada dalam kasus tidak pasti.

Ke manakah arah perahu. Lirik lagu dalam Madah Bakti  (buku nyanyian harian umat Katolik) hemat saya cukup menggambarkan situasi masyarakat masa ini. Frasa ke manakah sekurang-kurangnya memosisikan situasi bimbang yang menggurita pada masyarakat, entah disadari atau tidak. Ke manakah, dengan kata dasar mana yang merupakan suatu kata ganti untuk menyatakan tempat yang tidak tentu, dibubuhi dengan kata depan ke- [menunjuk arah atau tujuan]dan diakhiri dengan partikel -kah sangatlah bersyarat makna andai dikaitkan dengan situasi ‘kangkang’ yang dialami saat ini. Perahu. Kata perahu  dapat diartikan sebagai masyarakat. Arah jalan perahu tentu ditentukan oleh daya ‘árah’ yang kita kerjakan untuk mendorong perahu.

Kemanakah arah perahu setidaknya menjadi sebuah pertanyaan refleksi bagi kita yang mendiami bumi yang terus berkembang ini. Layaknya perahu; arah, tujuan, serta keselamatan penumpangnya hingga sampai tujuan ditentukan oleh si nakhoda. Sebaliknya, sepak terjang dan eksistensi kita di tengah perkembangan dunia yang menuntut daya kritis (SDM mencukupi) bergantung pada cara kita bersikap dengan terus mengasah skill dan keterampilan sebagai indikator SDM yang baik. Karena itu,  kita turut mengkritisi dan mengimbangi dunia yang serta-merta menguasai tuan penciptanya, manusia.***