Jakarta, GardaNTT.id-Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerjasama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Satya Pratama mengatakan munculnya wacana work from anywhere (WFA) bagi aparatur sipil negara atau pegawai negeri sipil (PNS) akibat adanya klaim peningkatan kualitas kerja dari para PNS ketika kebijakan work from home (WFH), atau kerja dari rumah, diberlakukan selama pandemi COVID-19.
“Setiap kementerian atau lembaga membuat laporan setiap akhir tahun. Dan itu terlihat tidak turun, malah beberapa ASN lebih produktif pada saat dilakukan survei internal, survei eksternal yang menyebutkan ternyata lebih produktif ketika bekerja di rumah. Tapi kan kembali lagi posisi apa si ASN tersebut bekerjanya, tapi kalau kemarin itu berhasil. Jadi ternyata walaupun kerja di rumah tidak ada kontak kinerja tetap tinggi, pekerjaannya tetap selesai, fungsi dan tugas kementerian/lembaga juga jalan,” ungkap Satya kepada VOA.
Lanjutnya, pada saat penerapan WFH banyak terjadi inovasi-inovasi yang diklaim ASN bisa meningkatkan layanan publik ASN. Maka dari itu, menurutnya, sangat disayangkan apabila inovasi-inovasi tersebut tidak dilanjutkan di masa depan.
Meski begitu, kata Satya, memang tidak semua bagian bidang kerja dari PNS tersebut bisa diberlakukan dengan sistem bekerja dari mana saja atau WFA. Beberapa bidang kerja tetap membutuhkan kehadiran fisik.
“Besar kemungkinan WFA diterapkan bagi ASN yang memiliki tugas dan fungsi yang sifatnya administratif, tetapi bagi ASN yang tugas dan fungsinya di unit kerja yang bersinggungan langsung dengan publik tetap membutuhkan kehadiran fisik atau WFO (work from office –red) untuk memastikan layanan publik terlaksana dengan baik,” katanya.
“Contohnya, tenaga medis, pemadam kebakaran, Satpol PP, awak kapal patroli Bakamla dan pengawas perikanan, traffic warden, polisi hutan, petugas pemasyarakatan kumham kan harus hadir. Jadi tidak semua ASN bisa WFA dan ini perlu kajian yang mendalam dan komprehensif. Termasuk tunjangan-tunjangan bagi ASN yang kemungkinan besar perlu disesuaikan,” jelas Satya.
Ketika ditanya lebih lanjut kapan kemungkinan WFA bagi PNS akan benar-benar diterapkan, Satya tidak bisa memastikan hal tersebut. Menurutnya, banyak hal yang harus dikaji termasuk kesiapan infrastruktur informasi dan teknologi.
“Saya tidak bisa jawab, karena itu harus dikaji secara komprehensif. Tapi kalau misalnya ada yang mau jadi pilot project, nanti kita lihat dan akan jadi bahan masukan. Tapi itu kemarin hasilnya bagus, jadi kalau itu bisa memperbaiki layanan birokrasi dan meningkatkan kepuasan ASN dalam bekerja, terus meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kan bagus saja kalau diteruskan,” tuturnya
Dalam hal pengawasan, Satya cukup yakin akan bisa berjalan dengan baik. Menurutnya, setiap kementerian dan lembaga telah melakukan pengawasan dengan cukup baik pada masa diberlakukannya WFH selama kurang lebih dua tahun ini.
“Kalau pengawasan pada saat WFH, setiap kementerian dan lembaga untuk memastikan kehadiran si ASN sudah dibikin semacam kaya absensi online berbasis lokasi, itu kan sudah berjalan dengan baik, Lalu kedua, untuk masalah kinerja sudah ada Peraturan Menpan Reformasi Birokrasi yang mengatur masalah kinerja, bagaimana cara menghitung kinerjanya. Nah misalnya nanti dibutuhkan beberapa peraturan lagi, itu akan dibentuk. Makanya itu butuh kajian, walaupun indikasi awal WFH tersebut berhasil, jadi wacana WFA mungkin saja bisa, tapi butuh kajian lebih lanjut,” katanya.
Banyak Pekerjaan Rumah
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengatakan penerapan sistem WFA bagi PNS bisa saja diterapkan mengingat kebijakan semacam ini juga diberlakukan bagi PNS di sejumlah negara seperti Korea Selatan dan Australia.
Namun, ia mempertanyakan alasan penerapan kebijakan ini, di mana salah satunya adalah untuk meningkatkan produktivitas atau kinerja ASN. Pasalnya, pemerintah mengakui bahwa ada 1,6 juta PNS yang tidak bekerja dengan baik ketika diberlakukan WFH.
“Kalau pengalaman dulu kita WFH di berbagai daerah itu ada sekitar 1,6 juta ASN yang tidak jelas kinerjanya seperti apa. Itu diakui sendiri oleh Kemenpan Reformasi Birokrasi , jadi bagaimana itu nantinya kalau itu sampai diberlakukan WFA,” ungkap Trubus
Lebih lanjut, katanya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah sebelum benar-benar mengimplementasikan kebijakan tersebut. Pertama, adalah terkait dengan pengawasan. Menurutnya, jika konsep WFA ini diberlakukan maka dibutuhkan pengawasan yang sangat ketat agar kelak pelayanan publik kepada masyarakat tidak terganggu.
“Kedua, apakah tidak kemudian itu bisa merusak citra PNS sendiri kalau kemudian nanti karena bisa bekerja dari mana saja, mereka bekerja di mall-mall, itu kan repot nanti dan tidak terkontrol. Ini jadi bagaimana prosedurnya nanti, karena ASN juga menanggung akuntabilitas publik, nanti pertanggungjawabannya bagaimana, karena mereka menggunakan APBN. Jadi harus mempertimbangkan itu,” jelasnya.
Dengan potensi pelanggaran yang cukup tinggi, katanya, pemerintah perlu memikirkan sanksi yang tegas kepada para pelanggarnya agar kualitas kerja tetap terjaga.
Maka dari itu menurutnya, konsep bekerja dari mana saja untuk para PNS ini tidak bisa diberlakukan dalam jangka pendek di Indonesia. Butuh persiapan dan pembenahan dari berbagai aspek termasuk integritas, mental, budaya dan etos kerja dari ASN tersebut agar tidak menimbulkan masalah baru.
“Tentu untuk jangka menengah, jangka panjang bisa, tapi tidak semua bagian. Tapi ini bukan hal baru, karena di negara lain juga ada, hanya persoalannya di kita yang ruwet itu masalah budaya kerja, masalah moral hazard, integritas, karena rumitnya di kita banyak korupsi dan lain-lain terjadi pada tataran yang dimana sangat masif di kita,” pungkasnya. [gi/ab/Voa]