Jakarta, GardaNTT.id – Hakim perkara permintaan praperadilan, Lucy Ernawati, S.H.,M.H. meminta maaf kepada kuasa hukum para penuntut dan tertuntut sebelum sidang dimulai di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (15/6/2022).
“Pertama-tama saya sebagai hakim meminta maaf ya, karena panitera keliru mengirim release panggilan untuk datang Selasa, 14 Juni 2022. Padahal kita sepakat dalam sidang sebelumnya harus hari ini, Rabu, 15 Juni 2022,” kata Lucy.
Para penuntut dalam kasus ini adalah Klaudius Rahmat, Yohanes Frederiko Efan Kora dan Krisostomus Aidin Darman (korban). Mereka dijadikan tersangka, ditangkap dan ditahan Polres Jaksel (tertuntut).
Padahal mereka adalah korban pengeroyokan oleh enam pelaku dimana keenam pelaku sudah ditangkap, ditahan Polres Pasar Minggu divonis masing-masing satu tahun penjara oleh majelis hakim, Kamis (10/2/2022).
Enam orang pelaku yang telah divonis bersalah itu adalah adalah Taufik Hidayat, Bambang Saputra, Lutfi Ammar Fahkri, Dhimas Yudha Arya Pratama, Agus Priyatna dan M Rizal.
Sidang Rabu (15/6/2022) merupakan sidang ketiga kasus tersebut. Pada sidang pertama Senin (30/5/2022) dan sidang kedua pada Senin (6/6/2022) tertuntut absen hadir. Pada sidang ketiga Rabu (15/6/2022) tertuntut (Polres Jaksel) yang diwakili tiga orang polisi, hadir.
Lucy meminta maaf pada sidang ketiga ini, karena pada sidang kedua sudah disepakati dengan dengan kuasa hukum para penuntut bahwa sidang ketiga akan dilaksanakan Rabu (15/6/2022). Namun, panitera pengganti bernama Kohar malah mengirim release panggilan sidang untuk pihak Polres Jaksel pada Selasa (14/6/2022). Karena itu, pihak Polsek Jakses datang ke PN Jaksel Selasa (14/6/2022).
Sampai PN Jaksel satu orang dari tiga polisi perwakilan Polres Jaksel mengontak salah satu kuasa hukum para penuntut bahwa mereka sudah sampai PN Jaksel untuk mengikuti sidang. Kuasa hukum para penuntut sampaikan bahwa sidang ketiga telah disepakati akan dilaksakan pada Rabu (15/6/2022). Selanjutnya polisi itu tanya ke panitera pengganti Kohar, dan Kohar menjawab salah ketik, benar sidang ketiga baru dilaksanakan, Rabu (15/6/2022).
Hakim Lucy Ernawati bukan hanya kali ini meminta maaf. Para sidang pertama kasus ini, pada Senin (30/6/2022), ia meminta maaf kepada kuasa hukum para penuntut oleh karena ia sendiri tidak teliti melihat berkas yang diserahkan kuasa hukum para penuntut.
Ketika pendaftaran perkara ini dilakukan kuasa hukum para penuntut sudah menyerahkan materi tuntutan dan Surat Kuasa Khusus. Saat sidang pertama dimulai Lucy menanyakan Surat Kuasa yang dikuasakan, yang dipegang Kuasa Hukum. Para Kuasa Hukum menjawab Lucy dalam sidang itu bahwa telah dikumpulkan saat pendaftaran dilaksanakan. Namun, Lucy mengatakan, belum ada, dan mengatakan, baik para penuntut maupun tertuntut dianggap belum hadir dalam sidang pertama hari itu, sambil mengetukan palu hakimnya menutup persidangan dan bergegas meninggalkan ruangan ruang persidangan 01 itu.
Sebelum Lucy mengetuk palu menutup persidangan, salah satu kuasa hukum dari para penuntut Wira Hipatios Labut bergegas mendatangi bagian pendaftaran menanyatakan Surat Kuasa yang telah dikumpulkan saat pendaftaran pada dua minggu sebelumnya. Bagian pendaftaran mengatakan bahwa semua sudah ada pada panitera pengganti perkara a quo bernama Kohar.
Ketika dicek kembali oleh Kohar ternyata Surat Kuasa yang dimaksud berada dalam satu bundel dengan surat gugatan dari para penuntut yang sudah dipedang Lucy saat hari itu dibuka.
Melihat seperti itu, Kohar segera sampaikan kepada hakim Lucy yang sudah berada di ruangan sidang lain untuk mengikuti persidangan. Lucy datang ke ruangan 01 tempat sidang praperadilan dilaksanakan, dan menyampaikan permohonan maaf. “Saya minta maaf, kami keliru. Jadi hari ini para kuasa hukum penuntut hadir, dan kami akan segera kirim release panggilan untuk pihak Polres Jaksel,” kata Lucy.
Hakim dan PP Harus Profesional
Koordinator kuasa hukum para penuntut, Siprianus Edi Hardum, S.H.,M.H, mengatakan kepada media seusai sidang tersebut Rabu (15/6/2022), ia apreasi kepada hakim Lucy Ernawati yang ksatria dan rendah hati meminta maaf atas keliruan yang telah terjadi. “Saya salut kepada beliau,” kata Edi.
Namun, kata Edi, kekuranghatian dan kurang teliti seperti itu sungguh merugikan para pencari keadilan. Selain itu menggambarkan peradilan Indonesia berkualitas rendah. “Peradilan berkualitas tentu dari kinerja hakim dan para penitra serta semua yang mengurus pengadilan,” tegas kandidat doctor Ilmu Hukum Universitas Trisaksi Jakarta ini.
Oleh karena itu, Edi meminta agar kesalahan yang sama tidak boleh terjadi lagi di masa-masa datang kepada semua para pencari keadilan. “Minta maaf bagus, tapi jangan melakukan kekeliruan yang sama, apalagi kesalahan yang lain, jangan,” tegas Edi.
Bebaskan Para Penuntut Anggota kuasa hukum para penuntut, Wirawan Hipatios Labut, S.H., saat membacakan tuntutan menyampaikan, meminta hakim tunggal Lucy Ernawati agar, pertama, menerima dan mengabulkan permohonan para penuntut untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan penangkapan terhadap diri para penuntut oleh tertuntut yang diajukan dalam praperadilan itu adalah tidak sah. Ketiga, menyatakan penahanan terhadap diri para penuntut oleh tertuntut yang diajukan dalam praperadilan ini adalah tidak sah. Keempat, menyatakan penetapan tersangka terhadap diri para penuntut oleh tertuntut yang diajukan dalam praperadilan ini adalah tidak sah. Kelima, menghukum tertuntut untuk mengeluarkan para penuntut dari tahanan. Keenam, menghukum tertuntut untuk membayar ganti kerugian, berupa; kerugian materil karena kehilangan pekerjaan dan tidak bisa kuliah sebesar Rp 150 juta.
Kerugiaan immaterial dengan memerintahkan tertuntut untuk merehabilitasi nama baik para penuntut dalam sekurang-kurangnya pada dua media televisi nasional dan lima media online nasional. Para tertuntut diwajibkan memmbayar ganti kerugian immateriil kepada para penuntut sebesar Rp 500 juta.