“Aparat polri di labuan bajo bukan robot yang seenaknya digerakan tuannya, tetapi abdi negara yang hanya bertindak untuk dan atas nama hukum“
Labuan Bajo, GardaNTT.id – Polisi NTT di Labuan Bajo, dipastikan bukanlah robot yang bergerak mengikuti selera tuannya, akan tetapi mereka adalah alat negara penegak hukum dan abdi negara yang bekerja atas dasar UU dan perintah atasan, demi menjaga keamanan, melindungi rakyat dan menegakan hukum dengan mengedepankan sikap humanis terhadap siapapun juga.
Hal ini disampaikan Petrus Selestinus, Koordinator TPDI & Advokat Peradi melalui pesan rilis pada 5 Agustus 2022.
Advokat Peradi ini mengatakan, peristiwa penangkapan dan penahanan terhadap sejumlah orang pada 1 Agustus 2022, mestinya tidak perlu bahkan tidak boleh terjadi, karena keberadaan Polisi di Labuan Bajo bukan dalam rangka penyelidikan dan penyidikan akan tetapi dalam rangka mengayomi dan memberi rasa nyaman kepada masyarakat.
Menurut dia, Anggota Polri di Labuan Bajo itu tahu bahwa, kehadirannya pada Senin (1/08) di Labuan Bajo, adalah dalam rangka pengamanan dan pengayoman kepada masyarakat akibat aksi mogok Pelaku Usaha yang dijamin konstitusi, yaitu Mogok Kerja, bukan aksi anarkis atau aksi tanpa prosedure.
Karena itu, kata Petrus Salestinus, Kapolda NTT seharusnya dapat menolak keinginan pihak-pihak tertentu agar Para Pelaku Usaha yang beraksi (mogok kerja) dan sedang pawai keliling Labuan Bajo itu ditangkap dan ditahan, karena mereka bukan sedang melakukan tindak pidana, melainkan Mogok Kerja yang dijamin konstitusi.
Ia menegaskan, hanya Polisi yang datang atas nama Penyelidikan dan Penyidikan untuk suatu peristiwa pidana, yang boleh melakukan upaya paksa atau tindakan penangkapan dan penahanan dalam rangka penyelidikan dan penyidikan atas suatu tindak.pidana yang sedang diproses.
Dalam hal terjadi demikian, kata dia, seseorang atau beberapa orang dapat dilakukan upaya paksa berupa penangkapan/penahanan, itupun tetap harus dilaksanakan menurut hukum yang bertanggung jawab, sesuai ketentuan pasal 5 dan 7 KUHAP.
Tindakan Melampaui Wewenang
Menurut Advokat Peradi ini, Polisi NTT seharusnya tahu, hal ikhwal kenaikan tarif masuk TNK Labuan Bajo, kemudian berubah menjadi Rp.3.750 .000,- per pengunjung adalah sebuah tarif masuk yang tidak didukung landasan hukum, baik Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Perundang- Undangan setingkat lainnya.
Dengan demikian, tambahnya, siapapun termasuk Kapolda NTT, tidak perlu menerjunkan tim besar untuk mengawal, mengamankan dan melakukan tindakan kepolisian terhadap pelaku aksi Mogok Kerja terkait kenaikan tarif masuk TNK di Labuan Bajo, karena Gubernur NTT tidak memiliki kewenangan menetapkan dan memaksakan berlakunya kenaikan tarif masuk ke TNK, kepada para Wisatawan, Pengusaha Pariwisata dll.
Ia juga mengatakan, Terkait Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terhambat akibat kebijakan menaikan tarif masuk TNK menjadi Rp.3. 750.000,- sehingga terjadi defisit PNPB dari sektor TNK, akibat menurunnya pengunjung yang membeli tiket, sehingga terjadi kerugian negara, maka hal itu menjadi tanggung jawab, Gubernur NTT, VBL, bukan Pelaku Usaha Pariwisata.
Ketua TPDI ini mengatakan, tindakan Gubernur NTT VBL. yang demikian, di dalam Hukum Administrasi Pemerintahan (UU No. 30 Tahun 2014) disebut sebagai tindakan sewenang-wenang, atau tindakan di luar wewenang atau tindakan yang melampaui wewenang, yang harus pertanggungjawaban secara hukum dengan segala akibat hukumnya.
Terlebih-lebih posisi kebijakan menaikan tarif tiket masuk TNK Labuan Bajo, menurut Advokat Peradi ini, masih merupakan kehendak sepihak atau wacana, karena belum ada produk hukum setingkat PP yang dilahirkan untuk menaikan tarif, tetapi sudah dipaksakan berlakunya secara sewenang-wenang oleh Gubernur NTT, VBL di TNK di Labuan Bajo.
Sikap Kesatria untuk Batalkan
Menurut Salestinus, Diperlukan sikap kesatria atau jiwa besar Gubernur NTT, untuk segera mendeclare kepada publik bahwa kebijakan menaikan harga tarif tiket masuk seharga Rp.3.750. 000,- per-pengunjung di TNK Labuan Bajo sebagai suatu kekeliruan, karena itu Gubernur NTT membatalkan.
Gubernur NTT, kata dia, sebaiknya mengambil inisiatif berkoordinasi dengan Kementerian LH & Kehutanan RI, merespons dinamika kenaikan tarif tiket masuk TNK, bersama para stakeholder Pariwisata, merumuskan solusi yang lebih baik bagi kelas menengah ke bawah dan dengan syarat tertentu yang disepakati, sehingga kebijakan pemerintah mendapat legitimasi di mata publik, sah secara sosiologis, yuridis, dan filosofis.
Lebih jauh Petrus Salestinus mengatakan, Apapun argumentasinya, Tiket masuk yang ditetapkan sebesar Rp. 3.750.000,- per-pengunjung untuk1 tahun masa kunjungan, jelas tidak adil bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Karena itu perlu diterapkan tarif masuk khusus atau harga lama atau Rp.300.000,- per pengunjung untuk 1 kali masuk ke TNK di Labuan Bajo atau alternatif lain yang bisa diterima semua stakeholder TNK di Labuan Bajo.