Karya: Dodiardus Erong
GardaNTT.id- Wanita itu terus menjerit kesakitan, badannya di penuhi luka – luka, tampak kurus, dan rambutnya mulai hilang semua. Menurut dokter, Dia mengidam penyakit Lopus, orang biasa menyebutkan seribu penyakit. Namanya Serli, ia tinggal dengan seorang nenek, sementara orang tuanya sudah sejak lama berpisah. Ayahnya sudah lama merantau di Malaysia dan ibunya pulang ke kampung halamanya di Lombok.
Setelah sekian lama Serli di tinggalkan oleh kedua orang tuanya, ia sangat sangat dimanjakan oleh neneknya, bahkan saking manjanya, dia jarang makan nasi atau sayur, tetap ia sering makan jajan. Awal mulanya waktu itu, ia hanya panas tinggi, dan neneknya membawa dia ke Puskesmas terdekat. Sesampainya di puskesmas, mereka menunggu begitu lama, karena antrian. Nama Serli pun di panggil oleh petugas, lalu ia masuk dalam ruangan bersama dengan neneknya.
“Serli, hanya panas tinggi saja, jadi cukup banyak – banyak istirahat saja” kata seorang bidan yang memeriksanya dan sambil memberikan beberapa obat. “Terima kasih Ibu, semoga cucu saya akan cepat sembuh “ jawab sang nenek.
Setelah pemeriksaan, mereka pun hendak kembali ke rumah. Hari demi hari, keadaan Serli belum berubah, bahkan sekujur tubuhnya itu selalu merasa kepanasan, warna kulitnya mulai kemerah merahan, dan kadang – kadang kalau kedinginan tubuhnya sedikit membengkak. Sang nenek tidak tau harus bagaimana lagi, dia hanya bisa meneteskan air matanya, karena sedih melihat keadaan cucunya itu. Ada banyak cara yang dilakukan oleh seorang nenek untuk cucunya, dia mencari dukun, pen Do’a yang bisa mengobati Serli.
Setiap hari seorang ayah yang sedang di tanah rantau terus menelpon untuk menanyakan keadaan anaknya, tetapi ketika telpon, Serli mulai bicara dan menyuruh ayahnya untuk pulang. Ayah Serli merasa bimbang, karena ketika Dia tidak merantau maka bagaimana untuk biaya pengobatan Serli kedepannya.
“Hidup memang akan sangat sulit ketika kedua orang tua tidak bersatu, mungkin Serli akan sembuh ketika ketika kedua orang tuanya bersatu kembali, dan pulang merawat Serli” ujar paman Lorens yang datang menjenguknya. Melihat Serli yang malang itu menjerit kesakitan, tubuhnya semakin Kurus, dan tampak luka – luka yang melekat membuat dirinya semakin khawatir.
Paman Lorens kembali mengajak Serli untuk pergi ke Dokter, tapi kali ini bukan puskesmas, melainkan ke Rumah Sakit. Serli sangat senang dengan ajakan Paman Lorens. Setelah itu mereka bertiga langsung bersiap-siap untuk ke Rumah Sakit Melati, sekitar satu jam lebih di perjalanan akhirnya mereka sampai juga di Rumah Sakit. Tidak menunggu begitu lama, Serli Pun menjalani pemeriksaan, “Sebaiknya Serli harus di rawat nginap, karena penyakit nya ini semakin parah” ujar Pak Dokter setelah melakukan pemeriksaan.
“memang nya Serli mengidap penyakit apa Dok? “ tanya pak Lorens.
“Dia mengidam penyakit Lopus, pak. Penyakit ini sangat berbahaya, dan lama kelamaan rambut Serli juga akan hilang” ujar pak Dokter sambil memberikan obat kepada paman Lorens.
Setelah selesai memberikan obat dan pak Dokter handak keluar dari ruangannya Serli. karena pak Lorens yang kurang puas dengan jawaban pak Dokter, akhirnya dia mengikut pak dokter sampai ke ruangannya.
“Pak Dokter, mohon maaf pak, tadi saya kurang puas dengan penjelasan bapak terkait dengan penyakit yang Serli alami sekarang?“ tanya pak Lorens.
“Jadi begini ya pak, ini merupakan penyakit yang langkah dan penyakit ini juga hanya terjadi pada kaum perempuan, bahkan sampai saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit yang dia alami oleh Serli. Tetapi saya sarankan kalau bapak mampu, sebaiknya Serli harus rawat di Rumah Sakit Sanglah, kota Denpasar “ ucap pak Dokter.
Paman Lorens langsung terdiam dan iapun meninggalkan ruangan. Di luar ruangan dia langsung panggil si nenek, “Ibu, tolong kontak ayahnya Serli, supaya segera usahakan agar Serli harus rawat di Bali, Kota Denpasar “ ujar Paman Lorens.
Tidak menunggu lama, si nenek pun lansung menelpon ayahnya Serli, “Selamat Sore, Nak? “ ujar sang nenek lewat telpon. “Selamat Sore Ibu, bagaimana keadaan Serli, apakah dia sudah membaik? “
“Nak, sekarang kami sudah di Rumah Sakit Melati dan Serli sudah diperiksa. Hasil pemeriksaan, Serli mengidam Penyakit Lopus. Pak Dokter sarankan supaya Serli segara rawat di Rumah Sakit Sanglah, kota Denpasar, karena di Sana obatnya lebih lengkap “ ujar sang nenek kepada ayahnya Serli.
Satu minggu setelah telpon itu, sang ayah mengirim uang ke Paman Lorens untuk segera merujuk Ke Denpasar mengobati penyakitnya Serli. Nenek Serli pun sangat senang, karena dia sangat yakin ketika Serli rawat di Sana, maka ia akan lekas Sembuh dari penyakitnya. Pagi yang cerah, Serli dengan rambutnya yang sudah mulai hilang, tubuhnya yang Kurus dan penuh luka- luka, tetapi dia lumayan bersemangat karena mereka menunggu mobil untuk di antar ke Bandara Frans Sales Lega Ruteng dan Dia Dengan Paman Lorens dengan Pesawat akan pergi merawat di Bali.
Mobil pun datang, dengan senyuman yang penuh gembira mereka di antar ke bandara dan tidak menunggu lama di Bandara, Pesawat pun datang dan mereka sudah berangkat ke Denpasar. Di Denpasar, Serli merasa bahagia sekali, karena pertama kali selama hidupnya ia bisa naik pesawat dan melihat kota yang penuh dengan tempat Pariwisata, meskipun ia tahu, bahwa kedatangan mereka untuk rawat penyakit yang di deritanya. Belum melakukan perawatan di Rumah sakit Sanglah, tetapi tempat yang di diami Serli di Denpasar, sudah di penuhi oleh orang – orang Manggarai dan mereka juga keluarga dari Serli yang sudah lama merantau di Sana. Mereka juga sangat sedih melihat keadaan Serli, karena mereka tahu bahwa banyak yang tidak selamat kalau terkena penyakit Lopus. Mereka tetap memberikan dukungan terhadap Serli, supaya dia tetap semangat dan bahagia selama berada di sana.
Hampir satu bulan lebih mereka berada di Denpasar dan bolak balik setiap minggu untuk merawat penyakit yang diderita Serli, akan tetapi tidak memberikan perubahan apa – apa. Paman lorens cukup senang, karena melihat serli yang sedikit bersemangat ketika jalan – jalan mengelilingi beberapa tempat wisata yang dekat dengan kediaman mereka di Sana, meskipun perawatan yang di jalani belum memberikan perubahan sedikitpun. Siang yang begitu panas, ketika Paman dan Serli sedang Asyik nonton di Layar Hand Phone, tiba – tiba serli merasa pusing,
“Paman, aku pusing, aku mau mual” ucap Serli, sambil menutupi mulutnya dengan baju. Paman langsung membawanya ke kamar mandi. Serli muntah dan langsung pingsan. Paman sangat panik, ia memanggil orang sekitar untuk menolongnya dan sama – sama membawa Serli ke Rumah Sakit. Di Rumah sakit, Serli belum sadar. Paman nya hanya bisa menangis melihat keadaan Serli yang semakin memburuk dari sebelumnya. Luka – luka di tubuhnya mulai membesar. Paman sudah mulai berfirasat bahwa hal yang lebuh buruk itu akan datang. “Selamat malam, apakah serli anak Ku baik – baik saja?” Ujar ayahnya Serli yang sedang merantau di Malaysia. “Sebaiknya kamu harus segera pulang. Sekarang serli belum sadar, mungkin dia merindukan pelukan sang Ayah. Aku juga bingung, kenapa keadaan Serli semakin memburuk, sejak tadi siang dia pingsan” ucap Paman sambil meneteskan ait matanya. Dua hari setelah menelpon Sang Ayah, Serli pun belum sadarkan diri. HandPhone Paman kembali bordering, “Saya sudah sudah sampai di Bandar Udara Gusti Ngura Rai, sekarang saya lansung ke Rumah Sakit Sanglah” ujar Sang Ayah. Paman lorens lansung merasa senang, karena sebentar lagi Ayahnya Serli akan berada didekatnya. Sang ayah datang, dia melihat putri tunggalnya yang tak sadarkan diri. Pelukan, tangisan, dan teriakan yang tak henti – hentinya dirasakan dan dilakukan Sang Ayah dan membuat orang di sekitarnya juga ikut menangis. Paman lorens lansung merenggutnya, “jangan dulu terlalu teriak, Serli pasti baik – baik saja, dia pasti akan sadar ketika kamu ada di sampingnya” ujar pak lorens. Jam 12 malam, terdengar hembusan nafas satu – satu, Sang Ayah lansung bergegas dari tidurnya, dan melihat keadaan anaknya. “Serli, apakah kamu sudah sadar” Sang ayah lansung memangkunya, sementara mulut serli terbuka lebar, tanpa mengeluarkan kata-kata, dan Paman nya hanya bisa menangis, sambil mengelus kepala si Serli. Beberapa menit kemudian, Serli menghembuskan nafas terakhirnya di atas pangkuan Sang Ayah. Kehadiran sang ayah tidak melihat anaknya senang melainkan kepedihan dan kesedihan yang mendalam. Paginya mereka pulang dengan membawa Serli yang sudah dalam keadaan Meninggal. Semua orang di Desa merasa kaget, karena mereka berpikir ketika Serli rawat di Denpasar, maka dia akan pulang dengan keadaan yang sehat dan bahagia, tetapi Tuha berkehendak lain.