Semua apresiasi dan harapan, serta komitmen tersebut menunjukkan bahwa Kopi Colol benar-benar berkualitas paling keren. Hal ini dibuktikan juga dengan pengeksporan Kopi Colol ke Negara Belanda. Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan pelepasan Ekspor Kopi Robusta Manggarai, Pulp Natural, dan Natural Proses, ke negara Belanda. Kegiatan pengeksporan berdasarkan bekerja sama dengan Asosiasi Petani Kopi Manggarai (Ansikon). Kurang lebih sudah 51 ton diekspor ke Belanda. Jadi sesungguhnya di antara produk kopi lokal, kopi Colol tak dapat dibandingkan. Kondisi alam Colol telah membentuk profil cita rasa kopi yang unik.
Berdasarkan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Manggarai Timur Akhir Tahun Anggaran 2019, sesuai amanat Pasal 69 ayat (1) Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, luas lahan di Kabupaten Manggarai Timur keadaan 31 Desember 2019 terdiri dari lahan sawah (Fungsional) seluas 15.217 Ha dan lahan pertanian bukan sawah seluas 215.528,2 Ha. Artinya, sektor pertanian dan perkebunan menjadi salah satu potensi yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Kabupaten Manggarai Timur.
Komoditi unggulan Kabupaten Manggarai Timur untuk sektor pertanian terdiri dari padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan dan umbi-umbian. Padi sawah menjadi produksi paling banyak dengan tingkat produksi sebesar 90.730,54 ton pada tahun 2019. Sedangkan terendah terdapat pada kacang kedelai. Sementara, komoditi unggulan di sektor perkebunan, yakni kopi. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai (2019), produksi kopi arabika tahun 2019 sebanyak 2.571,92 dan kopi robusta sebanyak 3.814,80.
Walaupun demikian, semua apresiasi dan harapan tersebut tidak sekeren infrastruktur yang masih jauh dari harapan baik. Desa Colol berjarak sekitar 60 Km dari Borong, ibukota Kabupaten Manggarai Timur. Ada dua alternatif jalan menuju Desa Colol, yaitu (i) dari Borong melintasi jalan negara Trans Flores Borong – Ruteng kemudian menuju ke arah timur di persimpangan Bea Laing, dan kemudian menelusuri jalan kabupaten yang melintasi kawasan hutan lindung Banggarangga atau (ii) melalui jalan Provinsi dari Borong ke arah utara melewati Waling. Kondisi jalan di kedua jalan alternatif ini relatif sama, yakni rusak parah. Sana-sini jalan berlubang. Jika musim hujan, jalur Colol yang berkelok dan rusak berpotensi menimbulkan kecelakaan. Hingga saat ini, pemerintah belum memperbaiki jalan tersebut.
Apabila diselidiki, umumnya jalan di pedalaman daerah Manggarai Timur diaspal pertama pada tahun 1988 dan hingga saat ini kerusakannya belum ditangan secara maksimal. Aspal dan telford tidak ada lagi. Kalau pemerintah sudah memperbaikinya pun kelihatan asal-asalan saja. Misalnya, pembangunan jalan yang menghubungkan Colol dan Benteng Jawa, Kabupaten Manggarai Timur yang dikerjakan tahun 2018 dengan APBD, kini rusak parah. Sejak 2019 jalur sekitar 200 meter dari arah cabang Colol menuju Benteng Jawa sangat parah. Kerusakan mulai terlihat ketika terangkatnya beberapa lapisan aspal, ada keretakan, dan berlubang. Artinya, kualitas pekerjaannya diduga tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.
Permasalahan tersebut dapat dipandang bahwa secara kuantitas infrastruktur jalan yang menghubungkan setiap desa di Manggarai Timur sangat keren, tetapi secara kualitas sangat miskin alias kere. Padahal daerah ini termasuk daerah ketahanan pangan dan kawasan wisata. Hal ini membuat warga sulit meningkatkan pendapatan karena komoditasnya membusuk di rumah. Kalaupun ada pembeli, pasti nilai jualnya rendah, karena biaya transportasi mahal dan juga terjadi monopoli, lantaran hanya pengusaha yang berani saja yang mau beroperasi di sana. Artinya, sebagus apapun program pemerintah, jika faktor infrastruktur jalan masih buruk, maka belum membawa dampak apapun kepada masyarakat.