Oleh: Engkos Momang, Alumnus IFTK Ledalero
Pada awal tulisan ini diuraikan tiga (3) persoalan pembungkaman suara kritis, khususnya di Flores. Persoalaan ini merupakan sampel, bahwa demokrasi kita sedang sakit.
Pertama, Ancaman kekerasan terhadap jurnalis Flores.tribunnews.com, Patrianus Meo Djawa di group WhatsApp KH Destro atau Kaisar Hitam Destroyer. Ancaman ini terkait dengan berita yang ditulis oleh Patrianus tentang Penghadangan Mobil Kapolres Nagekeo, Yudha Pranata, yang diterbitkan pada Senin 10 April 2023.
Kedua, Intimidasi jurnalis Floresa.co usai memberitakan proyek jalan Labuan Bajo-Golo Mori pada 15 Maret 2023.Berita tersebut di-up pada tanggal 14 Maret 2023 yangberjudul “Presiden Jokowi Resmikan Jalan Di Labuan Bajo Yang Dibangun Tanpa Ganti Rugi Untuk Warga”.
Ketiga, Tekanan terhadap tiga organisasi yang berupaya menyampaikan suara kritis di tengah penyelenggaraan ASEAN Summit Labuan Bajo, di antaranya: Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dengan peretasan 4 orang staf, Tim Ekspedisi Indonesia Baru, juga dua orang mengalami peretasan persis saat diskusi dengan media terkait situasi menjelang KTT ASEAN diLabuan bajo.
Sementara, Tim Sunsprit For Justice And Peace pada tanggl 10 Mei 2023, juga mendapat pesan dari sesorang untuk menghapus Baner pada Twitter terkait informasi acara konferensi pers warga dan Lembaga advokasi terkait intimidasi warga, aktivis dan jurnalis berkenan ganti rugi jalan Labuan Bajo-Golo Mori.