Rote Ndao, GardaNTT.id – BA’A Pengawas Perbatasan Australia atau Australian Border Force (ABF) hadir di Kabupaten Rote Ndao guna mensosialisasikan dampak yang timbul akibat dari seringnya Nelayan indonesia melanggar Zona Ekonomi Eklusif (ZEE).
Pada Pertemuan ABF itu, hadir juru bicara dari Kementerian Luar Negeri Australia, serta perwakilan dari Kementerian KKP RI dan Masyarakat Nelayan Desa Oelua dan sekitarnya. Pertemuan berlangsung di Aula Kantor Desa Oelua, Kecamatan Loaholu, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kamis (9/12/2021) Sekitar Pukul 09:30 WITA.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Australia Nabbila Sabban mengatakan, Zona Ekonomi Eksklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai. Dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya.
“Kesimpulan hasil pertemuan kami dengan Masyarakat pesisir pantai, bahwa di sini ada banyak alasan yang menyebakan nelayan melakukan penangkapan ikan secara ilegal. Alasan utamanya adalah terjadi peningkatan harga teripang yang ambilnya di wilayah Australia,” kata Nabilla Sabban juru bicara Kementerian Luar Negeri Australia.
Sementara itu Perwakilan Bidang Sub Koordinator Strategi Operasi Armada Kementrian Kelautan Perikanan RI M. Ikhsan kepada GardaTT.id mengatakan, Indonesia dengan Autralia mempunyai perjanjian khusus mengenai pengawasan. Tetapi di dalamnya itu tidak hanya pengawasan, ada juga hal-hal lain yang berkaitan dengan pengawasan.
Sehingga Pemerinta RI dan Australia mencoba menggali informasi dari Masyarakat agar tidak ke perbatasan dan solusinya seperti apa.
Perlu Sinergitas Dua Negara
Hal ini akan ada pembahasan kembali dengan pihak Autralia. Karena bukan hanya Kementerian KKP namun bagaimana kontribusi pihak Australia.
“Nanti hasil pertemuan ini kita akan bahas kembali dengan pihak Australia sejauh mana kontribusi mereka. Artinya bukan hanya Kementerian KKP karena kita ini mengurus hal yang sama dan masalah yang sama. Jadi masing-masing kita punya solusi. Bahwa apa yang nelayan sampaikan mereka harus tanggap juga, membantu juga. Jangan sampai hanya menangkap saja tapi tidak memberikan solusi,” ungkapnya.
Demikian, ikhsan, karena Indonesia dan Australia ada perjanjian Bilateral maka poin-poin Bilateral tersebut diperpanjang setiap tahun. Apa yang mesti masuk di dalam perjanjian tersebut seperti upaya peningkatan ekonomi. Ataukah hal-hal lain, tapi intinya harus menemukan benang merahnya.
“Jadi nanti pihak australia juga berkontribusi, dari kementerian Kelautan Perikanan juga berkontribusi. Kemudian berpikir bersama-sama supaya ada jalan keluarnya sesuai dengan apa keinginan Masyarakat,” tandasnya.
Pantauan GardaNTT.id yang hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya perwakilan Kementerian Luar Negeri Autralia, perwakilan Australian Border Force (ABF). Selain itu ada M.Ikhsan dari Kementerian KKP RI, Kepala Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Rote Ndao Benyamin Mesakh. Lalu Kades Oelua Mikael Henuk serta sejumlah Masyarakat Nelayan.