Manggarai Barat, GardaNTT.id-Dugaan penganiayaan Yosef Sudirman Bagu oleh oknum Polisi dan TNI pada Selasa (16/3) lalu di Siri Mese, Desa Golo Poleng, Kecamatan Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat berakhir damai.
Jalan damai tersebut ditempuh melalui komunikasi intens antara pihak TNI-Polri dengan korban dan keluarganya.
Rumah adat kampung Sirimese menjadi saksi pelaksanaan acara perdamaian itu pada Sabtu (27/3/2021) malam waktu setempat.
Acara diawali dengan penyerahan wunis peheng (Denda adat dalam budaya Manggarai.red) berupa uang tunai sebesar Rp. 25 000 000, 1 ekor Babi, 1 ekor Ayam dan 1 Botol tuak (Beer) sebagai simbol perdamaian.
Setelahnya, masing-masing pihak diberi kesempatan untuk berbicara. Pada kesempatan itu, baik TNI-Polri maupun korban masing-masing saling meminta maaf dan mengakui yang terjadi sebagai kekhilafan.
Dari pihak TNI-Polri, yang diwakili oleh Pasi Intel Kodim 1612 Manggarai Lettu Inf. Valentinus Lanar menyampaikan, jika semua yang terjadi adalah kekeliruan. Oleh karena itu, mewakili TNI-Polri, dirinya meminta maaf atas semua yang telah terjadi.
“Aram manga potin tara mangas ngasang rintuk weki, sikut siku antara ro’eng dami onemai TNI-Polri agu ase daku hi Yosep, sehingg one wie ho’os podo taungs salah situ, porong one wie ho’o taungs neho tae data tu’a, oke one Waes laud, one Lesos saled/Barangkali oleh karena roh jahat atau setan yang menyebabkan adanya saling sikut antara anak-anak dari TNI-Polri dengan adik saya Yosep, (korban), acara perdamaian malam ini menjadi sarana untuk membuang semua yang telah terjadi dan semoga dimalam ini semuanya yang terjadi itu hendaknya hanyut terbawa oleh arus air dan tenggelam bersama terbenamnya Matahari,” ujar Lettu Valentinus.
Serupa juga diungkapakan oleh korban Yosep, bahwa peristiwa yang telah terjadi hendaknya tidak lantas mengganggu dan bahkan memutus hubungan pertemanan antara dirinya dengan TNI-Polri, begitupun dirinya dengan Fendy (Lawan tengkar Yosep.red). Ia justru berharap, agar tali silaturahmi antara dirinya dengan TNI-Polri begitu pula kepada Fendy kedepannya lebih erat lagi.
“Porong eme cumang tau one salang neka manga ndu’us tau, dasor mangan oe tau neho ata pande olo main/Semoga tidak ada lagi amarah dan tidak saling merengut ketika bertemu dijalan dan hendaknya tetap ada saling tegur sapa sebagaimana yang telah terjalin sebelumnya,” ungkap Yosep.
Sebagai wujud keikhlasan dan kesungguhan untuk berdamai, acara perdamaian tersebut selanjutnya disakralkan melalui acara adat tudak manuk (permohonan restu leluhur melalui seekor Ayam.red) yang dilakukan oleh tua adat dengan memegang seekor ayam ditangan sambil menyampaikan permohonan dengan menggunakan go’et-go’et (pribahasa) Manggarai yaitu menyampaikan dan meminta restu agar para leluhur menyaksikan dan merestui perdamaian tersebut.
Ujud atau permohonan yang disampaikan melalui tudak manuk tersebut selanjutnya disempurnakan melalui pengukuhan rohani oleh Pastor Paroki Tentang, Pater Andreas Bisa, OFM selaku tokoh agama yang turut hadir dalam acara tersebut.
Dalam pengukuhannya, Pater Andre mengatakan, acara perdamaian tersebut merupakan wujud kesadaran masing-masing pihak bahwa dirinya adalah masyarakat berbudaya.
“Dengan perdamaian ini, semuanya diperbaharui, saling memaafkan dengan lapang dada saling menerima dan mengakui kekeliruan,” ucapnya.
Perdamaian ini, kata Pater Andre, tidak hanya sekedar ritual seremonial, tidak hanya sekedar ungkapan di mulut ‘pecing le ceki, tura le wura‘ (Diketahui dan disaksikan leluhur) namun rumah adat yang sakral telah menjadi saksi perdamaian itu, maka hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh.
“Semesta telah turut menyaksikan perdamaian ini, sehingga kita tidak hanya sekedar manis di bibir, lain dihati,” tegasnya.
Ia menambahkan, perdamaian secara adat adalah wujud penemuan hikmat, menunjukan kearifan lokal Manggarai dalam permenungan kepada ceki (leluhur).
“Dalam ungkapan Manggarai kita mengatakan Nai Ca Anggit Tuka Ca leleng, ite ca ame neka woleng tae, ite ca panga neka woleng bantang, ini dan disini telah kita lakukan dan temukan, Ungkapan Manggarai tentang persatuan dan kesatuan yang berarti setiap orang harus saling bersatu dan tidak boleh berbeda pendapat. Ungkapan ini biasa digunakan pada ritus-ritus adat untuk menyampaikan pesan persatuan kepada khalayak,” ujarnya
Diakhir penyampaian, Pater Andre mengingatkan agar tidak lagi menengok apa yang terjadi pada masa lalu, tetapi hendaknya belajar pada masa lalu untuk perbaikan kedepan.
Proses pelaksanaan acara itu, diakhiri dengan pemberkatan secara Katholik oleh Pater Andre sebagai simbol pengukuhan perdamaian tersebut.
Pantauan GardaNTT, pelaksanaan acara perdamaian itu dimulai sejak pukul 22.00 sampai pada pukul 23.30 Wita.
Turut hadir dari kedua belah pihak, diantaranya dari pihak TNI diwakili oleh Danramil 1612/08 Macang Pacar Lettu Inf Simon Halek, Pasi Intel Kodim 1612 Manggarai Lettu Inf. Valentinus Lanar beserta jajaran dan dari pihak Polri diwakili Ipda Matheos Siok beserta jajarannya, dan dari pihak korban dihadiri langsung oleh Yoseph Sudirman Bagu beserta keluarga dan juga disaksikan oleh Camat Ndoso, Fransiskus Tote, tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat.
Diketahui sebelumnya, pada Jumaat (19/3/2021) lalu, Kapolres Manggarai Barat didampingi Dandim 1612 Manggarai dalam pernyataan persnya mengatakan jika pihaknya tengah memproses 4 laporan dalam kasus tersebut.
Laporan yang dimaksud diantaranya, laporan Yosef Sudirman Bagu atas penganiyaan yang dilakukaan oknum Polisi dan Tentara. Kedua, laporan Fendi seorang warga Desa Golo Poleng, Kecamatan Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat yang mengaku dianiaya Yosef Sudirman Bagu. Ketiga, Polisi yang melaporkan Yosef Sudirman Bagu yang melakukan perlawanan ketika hendak ditangkap. Yosef sebelumnya diduga melakukan penganiyaan terhadap Fendi, dan Keempat, polisi yang melaporkan adanya dugaan pemerasan terhadap pihak Kodim Manggarai Barat senilai 150 juta rupiah.
Dengan dilaksanakannya acara perdamaian, keterangan Lettu Inf. Valentinus Lanar yang mewakili pihak TNI dan diamini oleh Ipda Matheos A. D. Siok yang mewakili Polres Manggarai Barat kepada media ini mengatakan bahwa laporan-laporan tersebut dinyatakan di cabut. Dengan demikian, proses penyelidikan atas kasus itu serta pengembangannya dihentikan.
Penulis: Olizh Jagom
Editor: Adi Jaya