Idul Fitri adalah kisah kemenangan manusia, saat diteguhkan kembali kedaulatan martabatnya sebagai kaum beriman. Manusia telah tak berdaya oleh kuasa iblis yang membuatnya jatuh di dalam nista. Puasa Ramadhan adalah imperasi Allah SWT bagi manusia agar ia bercitra dalam iman personal, kokoh dalam kepedulian social, serta berhati sejuk bersahabat dengan alam lingkungan dan semesta. Sungguh, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharapkan ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (Muttafaq ‘alayh).
Idul Fitri adalah sebuah kemenangan batiniah. Di saat terjadi silahturahmi, di situlah terjadi perjumpaan penuh kasih. Tak sekadar sebuah gesture jabat tangan sederhana. Tetapi, sungguh ada benang-benang kasih sayang dan perdamaian. Pengikat satu sama lain. Karenanya, Idul Fitri tentu mengharamkan kebencian. Dan kini menang adalah kelembutan dan keramahtamaan. Suci lahir dan di dalam batin.
Di hari Idul Fitri, ada ‘rasa sesal dan marah suci’ atas segala khilaf dan salah terhadap sesama. Karenanya, saling bermaaf-maaf lahir batin adalah victoria yang sungguh bermakna dalam bahwa segala yang suram biarlah berlalu dalam ketulusan. Selalu ada pintu maaf dan kerendahan hati untuk saling mengampuni. Manusia telah terluka oleh pelbagai kelemahan diri yang terungkap dalam kata, sikap, dan perbuatan penuh keredupan.
Di atas segalanya, marwah Idul Fitri akan terpatri unggul saat gelora bahasa baru. Itulah bahasa ‘kembali suci’ yang dikobarkan demi satu peradaban hidup bersama yang tetap dan selalu bercitra! Kaum Nasrani di hari Kenaikan Tuhan merenungkan amanat bahasa baru itu. “Mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa baru bagi mereka” (Markus 16:17).
Kenaikan Yesus ke surga amanatkan sebuah pemberitaan tentang Kabar Baik (Injil). Kabar Baik itu selalu petakan isi dan suasana keakraban, persaudaraan, dan ramah tama. Sebagaimana Idul Fitri isyaratkan kekuatan hati untuk saling memaafkan, amanat Injil mendesak siapa pun untuk memakai bahasa baru dalam nafas saling menerima. Membuka pintu maaf selalu berarti disebarkannya undangan sejuk segar bagi sesama untuk kembali pulang. Mari kita renungkan bersama dalam tatatan nasional.